Senin 24 Jun 2013 13:02 WIB

Dai Berpotensi Gerakkan Ekonomi Islam

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Nidia Zuraya
keuangan syariah/ilustrasi
Foto: alifarabia.com
keuangan syariah/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dai menjadi corong terdepan dalam menyebarluaskan keutamaan ekonomi Islam di Indonesia. Sayangnya, hingga kini peran dai dalam menggerakkan industri ekonomi Islam, khususnya perbankan syariah masih minim.

Dewan Pakar Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Veitzal Rifai mengatakan dai jarang memberi ceramah mengenai ekonomi Islam. "Khatib Shalat Jumat jarang mengutip ayat-ayat Alquran tentang ekonomi Islam," kata Veitzal di seminar 'Potensi Dai dalam Menggerakkan Industri Perbankan Syariah di Indonesia' di Gedung Juang, Menteng, Jakarta, Senin (24/6).

Kondisi berbeda terjadi di Malaysia. Di sana, kata Veitzal, pemerintah setempat memformat sedemikian rupa sehingga para dai aktif menyebarluaskan keutamaan ekonomi Islam. Di Singapura pun para dai gencar mensosialisan sektor ini, padahal di sana penduduk Muslimnya hanya sekitar 15 persen dengan jumlah masjid sekitar 70 bangunan. Veitzal pun mengimbau Indonesia jangan hanya berlabel sebagai negara Muslim terbesar, tetapi juga harus mengubah kehidupan perekonomiannya dari konvensional ke syariah.

Ketua Umum Dapur Dai Nusantara, Masrur Anhar mengatakan masyarakat Indonesia sudah cukup lama tidak menggunakan ekonomi berbasis syariah. Barulah pada 1992, perbankan syariah mulai diperkenalkan di Indonesia yang dipelopori Bank Muamalat dengan diikuti bank-bank syariah lainnya. Sayangnya, hingga ini masih banyak masyarakat yang belum mengerti arti penting ekonomi Islam sehingg perlu partisipasi dai untuk menyokongnya.

"Kalau saja dai dibekali pemahaman ekonomi syariah, paling tidak dari segi fikih, maka dapat memacu dai mensosialisakan ekonomi syariah di tempat-tempat yang menjadi konsen mereka seperti masjid dan mushalla," kata Masrur.

Lembaga majelis juga dapat dirangkul dan diajak membangun dakwah eknomi Islam. "Potensi ini luar biasa karena majelis mempunyai banyak jamaah," ucapnya. Selain dari dai, perbankan syariah jangan hanya tinggal diam dan harus jemput bola dalam menggarap potensi ekonomi Islam.

Masrur berujar tema ekonomi Islam kurang menarik bagi para dai untuk berceramah. Hal lain yang dapat dilakukan adalah melatih para kepala cabang kantor bank syariah dengan dibekali metodologi khotbah sehingga dapat membantu dai menggerakkan industri perbankan syariah di Indonesia.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement