REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) telah memperingatkan negara berkembang (emerging market) untuk mewaspadai dampak pelonggaran kuantitatif
(quantitative easing) yang akan dilakukan oleh Bank Sentral AS, Federal Reserve (the Fed). Secara khusus, IMF mewanti-wanti agar negara berkembang memperkuat basis perekonomian di dalam negerinya.
Kepala ekonom Samuel Sekuritas Indonesia Lana Soelistianingsih menilai Indonesia harus dapat memanfaatkan potensi-potensi maksimal di dalam negeri terkait dengan jumlah kelas menengah yang meningkat diikuti dengan bonus demografi. Konsumsi masyarakat harus dijaga agar tetap tinggi ditambah konsumsi pemerintah yang meningkat.
Salah satu caranya adalah memaksimalkan pembangunan infrastruktur. "Ini merupakan salah satu jalan pemerintah menjaga pertumbuhan ekonomi domestik yang bisa terimbas dari penurunan ekonomi global yang lebih besar gara-gara pemangkasan quantitative easing ini," ujar Lana kepada ROL, Senin (24/6).
Oleh karena itu, Lana menilai pemerintah perlu melakukan inovasi dalam mengalokasikan belanja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). "Yang sekarang ini sudah terbukti tidak banyak mendorong pertumbuhan," kata Lana. Pemerintah harus berani mengalokasikan belanja modal untuk infrastruktur dengan anggaran yang lebih besar dibanding subsidi BBM. "Tapi ya resikonya harga BBM harus naik lagi," paparnya.
Namun, apabila pemerintah mampu menciptakan lapangan kerja melalui pembangunan infrastruktur, masyarakat tidak akan menolak kenaikan harga BBM tersebut. Sebagai gambaran dalam APBNP 2013, alokasi belanja modal ditetapkan sebesar Rp 187 triliun. Alokasi ini meningkat dibandingkan belanja modal dalam APBN 2013 senilai Rp 184,36 triliun. Sementara besaran alokasi belanja subsidi BBM, termasuk di dalamnya LPG dan BBG adalah Rp 199,85 triliun. Alokasi ini meningkat dibandingkan besaran dalam APBN 2013 sebesar Rp 193,8 triliun.