REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Panitia Khusus (Pansus) RUU Ormas Abdul Malik Haramain mengatakan kekhawatiran sejumlah ormas terhadap RUU Ormas tidak beralasan. Lantaran pasal-pasal yang dianggap memberatkan dan bersifat represif telah dihilangkan dan diubah.
"Semua keberatan sudah kami akomodir, bayangkan dari awalnya hanya 50 pasal sekarang menjadi 88 pasal. Jadi penolakannya di bagian mana lagi?," kata Malik di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (24/6).
Berikut beberapa pasal yang dipersoalkan tetapi telah diubah oleh Pansus RUU Ormas:
1. BAB II Pasal 2
Menjelaskan tentang asas ormas tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945
2. BAB IV Pasal 9
Ormas didirikan oleh tiga orang atau lebih warga negara Indonesia, kecuali ormas yang berbadan hukum yayasan.
Pasal ini sebelumnya dikhawatirkan akan mempersulit WNI yang berniat mendirikan ormas.
3. BAB V Pasal 15
Pasal ini menyatakan ormas yang telah mendaftar ke Kementerian Hukum dan HAM tidak perlu lagi mendapatkan surat keterabfab terdaftar dari Kemendagri.Sementara ormas yang belum berbadan hukum cukup mendaftar ke Kemendagri untuk mendapatkan surat keterangan terdaftar (SKT).
4 BAB V Pasal 18
Bagi ormas yang tidak berbadan hukum dan tidak memenuhi syarat untuk diberi SKT, akan dilakukan pendataan seseuai dengan alamat dan domisili. Pendataan yang dilakukan sifatnya sederahan, seperti nama, alamat organisasi, nama pendiri, tujuan kegiatan, dan susunan pengurus.
5. BAB VII Pasal 27
Disebutkan ormas dapat melakukan kegiatan di seluruh wilayah negara Republik Indonesia.
Pasal ini mengakomodir kekhawatiran sejumlah ormas yang menganggap dengan adanya RUU Ormas, ormas harus melakukan kegiatan di tingkat nasional. Ormas tetap diperbolehkan melakukan aktivitas di semua tingkatan, mulai dari pusat, provinsi, dan kabupaten.
6. BAB VIII Pasal 38
Pasal ini mengakomodir keberatan ormas terkait pendanaan. Dalam pasal ini ormas diminta transparan dan akuntabel dalam mengelola keuangan. Yang sumbernya dari iuran anggota, bantuan masyarakat, hasil usaha, bantaun asing, dan yang bersumber dari APBN/APBD. Ormas diminta untuk menggunakan rekening bank nasional.
6. BAB XV Pasal 58
Pasal ini telah mengakomodir keinginan ormas yang mengharapkan agar negara tidak campur tangan dalam kegiatan atau pun sengketa ormas. Dalam pasal ini ormas berwenang menyelesaikan sengketa sesuai dengan AD/ART Masing-masing. Bila tidak tercapai kesepakatan, pemerintah bisa melakukan memfasilitasi mediasi atas permintaan pihak yang bersengketa.
7. BAB XVIII Pasal 61
Pasal yang memuat tentang sanksi ini paling banyak ditentang oleh ormas. Namun dalam pasal 61 ditegaskan pemerintah sesuai dengan ruang lingkup tugas dan kewenangannya hanya menjatuhkan sanksi administratif kepada ormas yang melanggar ketentuan. Bukan dengan membubarkan ormas yang melanggar aturan.
8.BAB XIX Pasal 84
Pasal ini memaparkan ketentuan peralihan, bahwa ormas yang telah berbadan hukum sebelum berlakukan UU Ormas tetap diakui keberadaannya. Ormas yang telah berbadan hukum berdasarkan staablad 1870 nomor 64 sebelum proklamasi kemerdekaan Indonesia tetap diakui keberadaannya. Dan tidak perlu melakukan pendaftaran sesuai dengan ketentuan RUU Ormas.
Atas beberapa pasal-pasal tersebut, menurut Malik, tidak ada lagi pasal-pasal yang bersifat represif. RUU Ormas menurutnya sama sekali tidak menghambat dan mengurangi ruang gerak masyarakat untuk berserikat dan berkumpul.
Karena itu Malik optimistis RUU Ormas bisa disahkan tanpa melewati perdebatan panjang pada rapat paripurna DPR, Selasa (25/6) besok.