REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koalisi organisasi masyarakat keagamaan mengecam sikap fraksi-fraksi di DPR yang mendukung pengesahan RUU Ormas. Sebagai wakil rakyat, perwakilan partai politik di Senayan harusnya mendengarkan keinginan masyarakat.
"Fraksi yang mendukung berarti mereka bukan wakil rakyat, hanya wakil dirinya sendiri. Rakyat akan mencatat, jadi buat apa kami memilihnya nanti," kata Ketua PP Muhammadiyah Din Syamsuddin di Jakarta, Senin (24/6).
DPR yang dinilai Din sebagai teater tempat pertunjukkan sandiwara, jelas tidak memperjuangkan aspirasi masyarakat. Gelombang penolakan terhadap RUU Ormas, harusnya dijadikan acuan untuk melanjutkan atau menghentikan pembahasan RUU Ormas.
Tetapi sikap akhir pansus RUU Ormas yang akan segera mengesahkan RUU itu menjadi Undang-Undang Ormas pada paripurna Selasa (25/6) besok, disebut Din sebagai tindakan mengkhianati rakyat.
DPR, lanjut Din, jangan memandang sebelah mata kekuatan ormas keagamaan. Karena koalisi ormas keagamaan menghimpun hampir 140 ormas. Yang memiliki keteguhan pemikiran RUU Ormas tidak sesuai dengan kehidupan demokrasi di Indonesia.
"Mereka berarti buta hati, buta kepala jika tetap mengesahkan. Kami akan menempuh jalur judicial review ke Mahkamah Konstitusi kalau begitu," ungkapnya.
Senada dengan Din, perwakilan dari Persatuan Gereja Katolik Indonesia (PGI) Jeirry Sumampow menilai ada pengabaian bila DPR tetap bersikukuh mengesahkan RUU Ormas. Meski pansus berkali-kali mengatakan telah mengakomodir keberatan dari ormas keagamaan.
"Persoalannya bukan pasal per pasal, tetapi paradigma. RUU Ormas dihadirkan untuk mengontrol dan mempersempit ruang gerak masyarakat," ucapnya.