Jumat 28 Jun 2013 07:41 WIB

Beritakan Teror Umat Buddha Myanmar, Majalah Time Dilarang Terbit

Cover Story Majalah Time
Foto: aljazeera
Cover Story Majalah Time

REPUBLIKA.CO.ID, RANGOON -- Pemerintah Burma mengumumkan pelarangan distribusi Majalah Time Asia Edisi 1 Juli. Majalah tersebut memuat headline dengan judul 'Wajah Teror Umat Buddha' dengan foto Biksu U Wirathu sebagai cover depan. 

"Untuk menghindari konflik agama dan ras, Komite untuk Periode Darurat telah mengumumkan demi kepentingan publik bahwa majalah tersebut tak diperbolehkan untuk dijual, reproduksi dan didistribusikan untuk artikel berjudul 'The Face of Buddhist Terror' dari Majalah Time edisi 1 Juli",seperti dikutip Surat Kabar Pemerintah The New Light of Myanmar. 

Deputi Kementerian Informasi Yet Htut menjelaskan kepada Irrawady, dia telah menginisiasi aksi 'melawan' isu yang diterbitkan oleh Majalah Time dengan aksi keprihatinan bersama Presiden-Pemimpin Komite. Artikel yang dibuat pada akhir Maret itu, menurutnya, harus dilarang untuk menghindari kekerasan antar komunitas. 

Penerbit Inwa, Distributor Time di Myanmar menyatakan, kebijakan tersebut bakal membatalkan penerbitan 600 eksemplar Majalah Time. Manajer Inwa Maung Maung Lwin menjelaskan, sebagai pengikut Buddha, kita tidak akan mendistribusikan Majalah Time Edisi 1 Juli mendatang. 

Juru bicara Time Daniel Kile mengungkapkan,  kantor pusat Majalah Time di New York bertahan dari segala sanggahan pemerintah. "Cover story Majalah Time sangat mendalam, dengan teknik reportase yang baik dan menunjukkan kehadiran pergerakan ekstrimis Myanmar yang diasosiasikan dengan Buddha.

U Wirathu merupakan tokoh biksu untranasionalis Myanmar. Dia memimpin satu pergerakan yang dinamakan 969. Gerakan ini mendorong Umat Buddha untuk menghindari bisnis dan komunitas Muslim.

Tiga angka itu berasal dari beberapa simbol yang bersumber dari ajaran Buddha. Dia mengajarkan kebiksuan. Pada praktiknya, nomor itu menjadi citra dari bentuk radikal nasionalis anti-Muslim. Mereka ingin membuat Myanmar bertransformasi menjadi mirip dengan negara apartheid.

"Kami punya slogan: Saat makan, makan 969; saat pergi, pergi 969; saat membeli, beli 969," ujar Wirathu saat diwawancara di biaranya, di Mandalay.

Menjadi pemimpin ekstremis, Wirathu pun mengaku sebagai Bin Laden Birma. Dia mengaku memberi pidato 969 sekitar empat bulan lalu. Tugasnya, ujar Wirathu, adalah untuk menyebarkan misi tersebut dan berhasil. Stiker 969 Wirathu berkembang dan diikuti dengan kekerasan.

Perusuh mencoretkan angka 969 ketika menghancurkan pusat bisnis Muslim di Meikhtiila. Pergerakan anti-Muslim di daerah Bago, dekat di Yangon, meletus seusai seorang biksu berkhotbah soal pergerakan 969. Stiker dengan angka 969 tampak di tiang jalan, motor, poster, mobil dan di seluruh jantung kota.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement