REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Organisasi Angkutan Darat (Organda) Provinsi Bali meminta pembebasan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 10-15 persen pascakenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi. "Selama ini tidak ada perhatian makanya kami minta pembebasan PPN 10-15 persen, kalau itu dikurangi sangat membantu sekali," kata Sekretaris DPD Organda Provinsi Bali, Yus Suharnata, di Denpasar, Jumat (28/6).
Menurut dia, pemberian subsidi kepada angkutan umum belum sepenuhnya berlaku pascakenaikan harga BBM bersubsidi. Meskipun pemerintah telah memberikan subsidi untuk pajak bea balik nama kendaraan bermotor untuk angkutan umum atau sewa sebesar 40 persen, tetapi hal itu tidak berlaku bagi kendaraan bermesin di atas 2.000 cc ke atas.
Pascakenaikan harga BBM bersubsidi, Yus menjelaskan bahwa untuk angkutan umum antarkota dalam provinsi (AKDP) telah ditetapkan rata-rata naik menjadi 20 persen dari harga yang berlaku saat ini. Ia mencontohkan untuk jurusan Denpasar-Gilimanuk untuk tarif nonekonomi harga sebelumnya sekitar Rp 20 ribu dan kini menjadi sekitar Rp 25 ribu. Sedangkan untuk angkutan antarprovinsi (AKAP) telah ditentukan pemerintah yang berkisar 20-30 persen.
Sementara itu untuk angkutan sewa dan pariwisata, harganya berdasarkan kesepakatan antara pihak operator dan pengguna jasa. "Untuk angkutan sewa dan pariwisata kenaikannya rata-rata sekitar 20 persen, tetapi harga itu kembali ke pangsa pasar berdasarkan kesepakatan dengan pengguna," jelasnya.
Yus mengungkapkan bahwa apabila mendapat keringanan PPN maka membantu para pengusaha angkutan umum ditengah dilema yang dirasakan Organda. Saat ini tingkat pengguna angkutan umum di Provinsi Bali berada di bawah lima persen sementara penggunaan kendaraan pribadi semakin meroket. "Kalau di atas 10 persen (tingkat pengguna kendaraan umum) itu baru bagus. Kami berharap pemerintah bisa mengalihkan," ucapnya.