REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berbagai alasan disinyalir menjadi molornya keputusan para kepala daerah memutuskan besaran kenaikan tarif angkutan umum. Di antaranya adalah faktor politis dan belum ditemukannya kesepakatan antara pengusaha angkutan dan pemerintah daerah.
Kepala Pusat Komunikasi Kementerian Perhubungan, Bambang S Ervan berpendapat, kepala daerah harus terus menegosiasikan angka kenaikan tarif secara efektif dan tepat, agar masalah kenaikan tarif angkutan cepat selesai. ''Penetapan tarif harus bijak,'' katanya kepada ROL, Jumat (28/6) malam.
Bambang menyebut, agar cepat selesai pemerintah harus memberikan insentif kepada para pengusaha angkutan agar segera mendapatkan solusi kenaikan tarif yang tak memberatkan masyarakat. Misalnya, pemangkasan tarif retribusi, izin rute, pajak kendaraan dan biaya lainnya.
Bila tak dilakukan, ujar Bambang, para pengusaha transportasi umum akan mematok tarif tinggi sebab sudah menghitung untung rugi menyusul kenaikan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Hadirnya berbagau insentif tersebut diharapkan para pengusaha tersebut tak menaikkan tarif secara drastis.
Saat ini, lanjut Bambang, terjadi tarik ulur karena para kepala daerah sulit untuk menetapkan tarif karena takut memberatkan masyarakat, dan takut dianggap tak berpihak pada masyarakat. ''Hal itu terkait unsur politis,'' ujarnya menjelaskan.