REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Dalam Negeri (Mendagri), Gamawan Fauzi mengatakan, rancangan undang-undang (RUU) Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) mengalami sedikit perubahan, setelah dilakukan dialog antara Pansus dengan sejumlah perwakilan ormas.
"Ada penyesuaian sedikit setelah dialog, beberapa perubahan kecil misalnya terkait penggunaan istilah, perpindahan ayat, dan penegasan lambang yang tidak boleh digunakan ormas agar tidak bertentangan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK)," kata Gamawan ketika ditemui di kantornya di Jakarta, Jumat (28/6)..
Perubahan-perubahan di dalam RUU tersebut lebih menyangkut tentang teknis implementasi peraturan dan tetap tidak mengubah substansi di dalamnya. "Perubahan dapat diwadahi (diakomodir) sepanjang tidak mengganggu substansi," tambahnya.
Ia menjelaskan beberapa perubahan tersebut antara lain terletak pada pasal 7, yang semula ormas didefinisikan dengan 17 bidang kegiatan, kini bidang kegiatannya disesuaikan dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) masing-masing ormas.
Pasal 35 soal Keputusan Organisasi akhirnya sepakat untuk dihapuskan dan dilebur ke pasal 36 yang memuat tentang AD/ART Ormas sehingga menjadi lebih sederhana. Selain itu terdapat pula penambahan poin pada pasal 60 ayat 1 tentang penggunaan bendera ormas yang di dalamnya dijelaskan larangan bagi ormas untuk tidak melakukan kegiatan politik.
Terkait keberadaan ormas asing di Tanah Air, setiap ormas berbadan hukum asing harus terdapat warga Negara Indonesia (WNI) di dalam kepengurusannya. "Itu hasil dialog dengan ormas. Karena tidak perlu mengambil keputusan tingkat satu lagi, maka sejauh ini RUU tersebut bisa langsung paripurna," kata Mendagri.
Rapat paripurna di DPR RI guna menyetujui pengesahan RUU Ormas akan kembali digelar pada 2 Juli setelah sebelumnya ditunda karena desakan dari berbagai pihak. RUU Ormas, yang merupakan perbaikan UU Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan, sudah dibahas antara Kemdagri dan DPR sejak 2011 dengan melalui enam kali masa sidang.