Jumat 28 Jun 2013 22:08 WIB

Hipmikindo: Pengenaan Pajak UMKM Memberatkan Kami

Rep: Rr. Laeny Sulistyawati/ Red: Ajeng Ritzki Pitakasari
Perajin UKM (ilustrasi)
Foto: nenygory.wordpress.com
Perajin UKM (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Himpunan Pengusaha Mikro dan Kecil Indonesia (Hipmikindo) mengeluhkan pengenaan pajak terhadap usaha mikro kecil dan menengah (UMKM ) merupakan suatu keputusan yang  memberatkan bahkan merugikan pengusaha UMKM.

Ketua umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Hipmikindo Maz Pandjaitan mengatakan, keputusan pengenaan pajak tersebut jelas menjadi beban berat  karena situasi keadaan pengusaha UMKM saat ini sedang lemah.

‘’Omzet yang kami peroleh kecil, keuntungan bahkan pas-pasan, masih harus mengembalikan pinjaman usaha.  Belum lagi harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang naik, daya beli masyarakat lemah, membuat kami tidak nyaman dan keputusan itu bukan pada tempatnya,’’ ujarnya saat dihubungi Republika, Jumat (28/6) malam.

Apalagi, tambahnya, keputusan pemerintah itu terjadi berdekatan dengan momen seperti puasa, idul fitri, dan anak-anak masuk sekolah. Dia memberi masukan, seharusnya pemerintah berpikir jernih sebelum mengambil keputusan meski itu bertujuan menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD). Dia menegaskan, seharusnya pemerintah terlebih dahulu mengembangkan atau mengoptimalkan UMKM.

‘’Pemerintah mengaku melakukan pemberdayaan UMKM, namun kami tidak merasakannya. Kami justru tidak diperbolehkan membuka usaha di rumah, dan menyewa stan di toko-toko,’’ ucapnya.

Intinya pihaknya merasa belum diayomi oleh pemerintah.Seharusnya, lanjutnya, pemerintah-pemerintah di berbagai provinsi di Indonesia mencontoh kebijakan gubernur DKI Jakarta Joko Widodo yang berpihak pada UMKM.

Sebelumnya, ketentuan pajak itu diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan (PPh) atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu.

PP ini terbit pada 12 Juni 2013 dan mulai berlaku sejak 1 Juli 2013. Adapun peredaran bruto (omzet) UMKM yang tidak lebih dari Rp 4,8 miliar dalam satu tahun pajak, akan dikenai pajak dengan tarif pajak penghasilan (PPh) final sebanyak satu persen.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement