REPUBLIKA.CO.ID, DAMASKUS -- Perang Suriah yang berlangsung hampir dua tahun telah merusak 9.000 bangunan dan merugikan sektor publik hingga 15 miliar dolar AS atau sekitar Rp 150 triliun.
Perang sipil Suriah menghancurkan banyak basis manufaktur dan infrastruktur. Produksi dan ekspor minyak terhenti. Kerusakan sumber daya manusia semakin parah.
Lebih dari satu orang melarikan diri dari negara dan jutaan lainnya mengungsi. Menurut perkiraan, lebih dari 93 ribu orang tewas.
Menteri Administrasi Lokal, Omar Al Ibrahim Ghalaounji mengatakan kerusakan senilai 15 miliar dolar AS terhitung mulai Maret 2011 hingga Maret 2013.
Dia mengatakan kerugian itu karena serangan teroris pada gedung pemerintahan dan infrastruktur. Pemerintah menganggap pertempuran untuk menggulingkan rezim Assad dilakukan oleh teroris.
Mantan Menteri Perencanaan Suriah, Abdullah al-Dardari memperkirakan kerusakan keseluruhan ekonomi Suriah mencapai 60-80 miliar dolar AS.
Ia mengungkapkan perekonomian Suriah telah menyusut sekitar 35 persen dibandingkan pertumbuhan 6 persen yang dicapai di lima tahun sebelum konflik di mulai. Ekonomi kehilangan hampir 40 persen dari PBD dan cadangan devisa telah habis.
Laporan Al-arabiya, Senin (1/7) menyebutkan pengangguran Suriah melonjak dari 500 ribu orang sebelum krisis menjadi setidaknya 2,5 juta orang pada tahun ini. Mata uang Suriah jatuh ke rekor terendah bulan ini menyusul keputusn AS untuk mempersenjatai kelompok militan.
Ketika konflik dimulai, pemerintah memiliki sekitar 17 miliar cadangan devisa. Jumlah itu turun karena ekspor minya terhenti. Larangan impor minyak Uni Eropa dari Suriah merugikan 400 juta dolar AS per bulan.