Selasa 02 Jul 2013 08:17 WIB

Berhentikan Judith, Total Akui Tak Izin SKK Migas

 Instalasi pengolahan migas yang dioperasikan Total E&P Indonesie di Mahakam, Kab. Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.
Foto: Antara/Yudhi Mahatma
Instalasi pengolahan migas yang dioperasikan Total E&P Indonesie di Mahakam, Kab. Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perusahaaan Migas asal Prancis, Total E&P Indonesie (TEPI) mengakui belum minta izin dan persetujuan kepada SKK MIGAS (sebelumnya BP Migas), terkait rencananya memberhentikan Judith J Navarro Dipodiputro dari Vice President Corporate Communication, Government Relations and CSR.

Hal tersebut diakui Vice President Human Resorces Communications and General Services TEPI, Arividya Noviyanto saat bersaksi dalam sidang sengketa perselisihan pemutusan hubungan kerja, antara TEPI sebagai penggugat dan Judith sebagai tergugat, Senin (1/7).

Pria yang kerap disapa Novi ini merupakan saksi yang diajukan TEPI. “Pemecatan memang belum terjadi karena belum dapat persetujuan dari BP Migas,” ujarnya dalam sidang lanjutan yang ke-14 kalinya digelar di Pengadilan Hubungan Industrial Jakarta ini.

Novi berdalih, TEPI belum meminta izin kepada BP Migas terkait rencananya memecat Judith. Sebab, efisiensi yang dilakukan perusahaannya bukan karena perusahaan mengalami kerugian. Anehnya, TEPI seakan menganggap tak penting pedoman yang dikeluarkan BP Migas. Novi menyebut, aturan BP Migas terkait  reorganisasi itu hanya bersifat pedoman. “Jadi tidak ada sanksi kalau pedoman itu tidak dijalankan," ujarnya.

Entah apa yang menjadi dasar penafsiran Novi tersebut. Sebagai sebuah perusahaan migas, TEPI tentu terikat pada aturan yang tercantum dalam Pedoman Tata Kerja BP Migas No.018/PTK/X/2008 Revisi I tentang Pengelolaan Sumber Daya Manusia Kontraktor Kerja Sama.

“Reorganisasi yang menjadi alasan TEPI, semestinya dilaporkan dan mendapatkan persetujuan lebih dulu dari BP Migas, yang pada saat itu merupakan badan pemerintah yang mengatur penyelenggaraan pengelolaan kegiatan usaha hulu migas,” ujar Kuasa Hukum Judith, OC Kaligis kepada wartawan disela-sela persidangan.

Di hadapan Majelis Hakim yang dipimpin Dwi Sugiarto SH, saksi tidak konsisten menyatakan, apa sebenarnya alasan TEPI melakukan pemecatan terhadap Judith. Pada satu sisi, Novi mengatakan PHK ini didasarkan pada efisiensi, seperti surat yang dijadikan barang bukti dalam pengadilan. Di sisi lain, ia menyebut PHK karena adanya reorganisasi yang menyebabkan dihilangkannya jabatan Vice President Corporate Communication, Government Relations and CSR yang selama ini dijabat Judith.

Namun, Novi mengakui TEPI telah beberapa kali melakukan reorganisasi. Selama ini, di perusahaannya tidak pernah terjadi pemecatan saat diadakan reorganisasi. Lantas, kenapa terhadap Judith, perlakuan TEPI  berbeda? “Selama ini tidak pernah terjadi pemecatan karena reorganisasi, karena tidak ada penghilangan posisi,” ujar Novi menjelaskan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement