REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dirjen Bimas Islam Kementerian Agama Abdul Djamil mengatakan, pemerintah tetap mengakomodasi dua pendekatan penetapan penetapan awal Ramadhan. Yakni perhitungan hisab dan dilengkapi dengan rukyat.
Kemenag pun menegaskan, tidak ada upaya untuk memihak salah satu ormas atau golongan. Tapi semata berdasarkan metodologi dan dalil yang disebutkan dalam Alquran dan hadits terkait penetapan awal bulan hijriah.
Apabila ditemukan perbedaan dalam menentukan awal Ramadhan dan Syawal tahun ini, Djamil menghimbau, agar jangan ada saling serang. Termasuk mengeluarkan ungkapan bernada provokatif bagi pihak yang berbeda. "Lebih baik menjaga ukhuwah dan ketentraman. Ini sudah hampir setiap tahun terjadi. Saya rasa umat harus semakin dewasa menyikapi ini," imbuhnya, Selasa (2/7).
Ia menilai, selama perbedaan bukan hal yang mendasar dalam Islam, maka itu tergolong rahmat. Karenanya, ia meminta agar jangan memperkeruh hubungan antarumat dan ormas Islam.
Menurutnya, prinsip kemenag sesuai dengan mandat dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) menetapkan awal bulan hijriah. Yakni tetap dalam bingkai mempersatukan umat Islam dan mempertemukan perbedaan. "Kita terus berupaya agar semua ormas ini satu dalam menetapkan awal Ramadhan dan Syawal, tapi kita tidak ingin ada paksaan atau saling serang bila ada perbedaan," pungkasnya.