REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) DIY kembali menerjunkan ratusan dai untuk berdakwah selama Ramadhan di beberapa wilayah di DIY dan Jawa Tengah.
Sebanyak 327 da'i baik laki-laki maupun perempuan ikut dalam program Muballigh Hijrah dari PWM tersebut. Anggota Majelis Tarjih PWM DIY Bustami Subhan mengatakan, ratusan da'i yang dikirim ke daerah ini berasal dari beberapa perguruan tinggi Muhammadiyah (PTM) dan kelompok mubaligh di DIY.
"Mereka kita terjunkan ke lima kabupaten/kota di DIY dan tiga kabupaten di Jawa Tengah," ujarnya, Jumat (5/6). Lima kabupaten/Kota di DIY yaitu, Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, Kulonprogo, Gunungkidul dan Bantul. Sedangkan Jawa Tengah meliputi Kabupaten Batang, Brebes dan Bumiayu.
Para dai ini kata dia, berasal dari mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) sebanyak 186 orang, Universitas Ahmad Dahlan (UAD) 12 orang,
Stikes Aisyiyah 5 orang serta 11 orang dari Kelompok Muballigh Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (KM3) kota Yogyakarta, 50 orang dari alumni Pendidikan Mujahid Dakwah Muhammadiyah (PMDM), dan 63 orang dari Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah (PUTM).
Para dai ini diberikan pembekalan khusus sebelum diberangkatkan ke daerah masing-masing. Pembekalan dilakukan di UMY sejak Kamis (4/7) hingga Sabtu (6/7). Mereka diterjunkan ke daerah masing-masing pada Ahad (7/7) mendatang.
Sementara itu Wakil Ketua Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah Agus Taufiqurrahman, dalam pembekalan dai tersebut meminta para dai muda Muhammadiyah ini bisa melakukan syiar Islam dengan ikhlas dan dimulai dari diri sendiri.
“Jangan hanya bermodal keyakinan, bisa ini bisa itu, mahir retorika, atau sebagainya. Tapi juga harus tetap ikhlas, dan bersandar pada Allah SWT,” ujarnya. Menurutnya, kegiatan dakwah akan berhasil jika dimulai dari diri sendiri terlebih dahulu.
“Kalau jadi da’i, katakan ‘saya adalah santri pertama saya’. Jadi guru atau dosen, katakan juga ‘saya adalah murid atau mahasiswa pertama saya’. Dengan begitu, orang lain akan menerima apa yang kita sampaikan, karena apa yang kita sampaikan sejalan dengan perbuatan kita,” paparnya.
Agus juga mencontohkan bahwa saat ini, kegiatan keagamaan atau dakwah yang mestinya transformasional telah berubah menjadi transaksional.
“Sekarang banyak yang mengkritik muballigh-muballigh seleb, yang memiliki manajemen. Karena kalau mau mengundang mereka, ternyata membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Jadi mungkin inilah yang dikatakan orang sebagai dakwah Amar Ma’ruf Nahi Mungkar, berubah jadi Amar Ma’ruf Nyambi Mungkar,” ujarnya.