REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Komisi Pemberantasan Korupsi mendalami kemungkinan keterkaitan dugaan pemberian gratifikasi kepada mantan Ketua Umum Partai Demokrat (PD) Anas Urbaningrum dengan kongres partai tersebut pada 2010 di Bandung. "Kemungkinan ke sana sedang kita dalami, kalau ada ya kita kembangkan," kata Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas dalam acara silaturahmi media dengan KPK di Jakarta, Jumat (5/7).
Dugaan keterkaitan Kongres Partai Demokrat 2010 di Bandung dengan Anas yang saat itu terpilih sebagai ketua umum muncul karena dalam pekan ini KPK memanggil sejumlah saksi yang terkait kongres tersebut antara lain manajer Hotel Aston Tropicana Yogi, manager Hotel Garden Permata Bandung Suparman, manager Hotel Aston Primera Pasteur Rosaini serta rekan Anas di Partai Demokrat Saan Mustofa.
Saan usai pemeriksaan pada Selasa (2/7) bahkan mengaku ditanya mengenai embrio pencalonan Anas untuk menjadi Ketua Umum Demokrat dan cara meyakinkan peserta kongres untuk memilih Anas, namun Saan membantah ditanya tentang biaya akomodasi peserta kongres.
Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto menambahkan bahwa KPK terus mengembangkan keterangan saksi-saksi tersebut. "Memang penyidik sedang mengembangkan hal ini terus, tapi setiap keterangan saksi harus diklarifikasi dan dikonfirmasi, jadi yang bisa dilakukan sekarang mengklarifikasi dan mengkonfirmasi keterangan saksi-sanksi," kata Bambang.
Namun Bambang menolak untuk menunjukkan hubungan antara Kongres Partai Demokrat dengan gratifikasi kepada Anas.
"Jawaban yang bisa diberikan KPK mengonfirmasi saksi-saksi untuk membuat utuh kasus Hambalang yang terkait dengan tersangka AU (Anas Urbaningrung)," tambah Bambang.
Sedangkan mengenai penerimaan hadiah dari proyek-proyek lain yang juga disangkakan KPK kepada Anas, Bambang mengungkapkan hal itu juga sedang diklarifikasi. "Sekarang kami mencari semua kemungkinan yang bisa menjadi dasar, berdasarkan pasal yang disangkakan sesuai sprindik," jelas Bambang.
Namun kemungkinan untuk menahan Anas dalam waktu dekat masih belum dapat dipastikan oleh KPK. "Prioritas itu bergantung pada kesediaan bukti-bukti, jadi bukan skala prioritas target karena bila ada prioritas menjadi tidak profesional," ungkap Busyro.
sumber : Antara