REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dibatalkannya Keppres nomor 3 tahun 1997 tentang pengawasan dan pengendalian minuman beralkohol membuat peraturan daerah di beberapa wilayah yang mengatur hal serupa dianggap sah. Karena sebelumnya Kementerian Dalam Negeri sempat membatalkan perda tersebut lantaran dianggap bertentangan dengan keppres.
Tetapi, bagi daerah yang belum memiliki perda pengaturan dan pengendalian minuman beralkohol sendiri, dibatalkannya Keppres 3/1997 menjadi pekerjaan rumah baru.
Wakil Ketua Komisi III dari Fraksi PKS, Al Muzammil Yusuf mengatakan, pilihan yang harus ditempuh, daerah tersebut adalah mau tidak mau membuat perda sendri. Persoalannya, tergantung dari kemauan dan kebijakan kepala daerah setempat.
"Bikin Perda tidak terlalu rumit, daerah bisa adopsi perda di daerah lain dan tinggal menyesuaikannya dengan kondisi di daerah tersebut. Sekarang, menunggu inisiatif dan kemauan dari kepala daerahnya," kata Muzammil saat dihubungi, Sabtu (6/7).
Anggota Komisi III dari Fraksi PAN, Yahdil Abdi Harahap menambahkan, pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri menurutnya harus segera menyosialisasikan. Sekaligus mengimbau kepada daerah-daerah untuk membuat aturan sendiri.
"Karena kalau menunggu pembahasan RUU Miras kan masih lama. Jadi harus ada perda di masing-masing daerah, dan tugas pemerintah untuk menyosialisasikannya," kata Yahdil.
Sebelum daerah-daerah melahirkan perda pengendalian minuman beralkohol sendiri, Yahdil menilai kepala daerah bisa mengeluarkan kebijakan. Untuk mengatur dan menertibkan peredaran miras. Apalagi selama bulan Ramadhan. Sehingga, dampak lain seperti sweeping oleh kelompok tertentu yang bisa saja mengarah pada kekerasan bisa dihindari.