REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Ratusan tenaga kerja wanita (TKW) asal Indonesia keberadaannya tidak terpantau di Mesir karena mereka tidak melaporkan diri ke Kedutaan Besar Republik Indonesia yang ada di negara itu.
TKW yang tercatat di KBRI Kairo per Juni 2013 berjumlah 1.300 orang dan ratusan orang lainnya tidak tercatat sehingga tidak bisa dipantau, kata Kepala Fungsi Protokol dan Konsuler KBRI Kairo Nugroho Yuwono Aribhimo dalam perbincangan dengan ANTARA di Kairo, Ahad (7/7).
"Untuk yang tidak tercatat, jumlahnya kita tidak bisa memperkirakan, namun menurut info dari pemerintah Mesir memang lebih banyak," katanya.
Para TKW yang tercatat itu sebagian besar tinggal bersama majikan di Kairo dan sebagian lainnya tersebar di kota-kota di berbagai provinsi, katanya. Disebutkan, para TKW tercatat di KBRI biasanya saat memperpanjang masa berlakunya paspor, atau ketika menghadapi masalah dengan majikan.
"Sekitar 40 persen mereka melapor karena bermasalah dengan majikan. Rata-rata setiap tahun KBRI memulangkan 100 TKW bermasalah setelah ditampung beberapa lama di KBRI," ujar Nugroho.
Dalam enam bulan terakhir, KBRI memulangkan 20 orang atas biaya negara karena majikan tidak bisa diminta pertanggungjawaban. Saat ini masih terdapat 12 orang lagi di penampungan KBRI dan dalam proses pemulangan.
Persentase TKW yang mengadu nasib di Mesir itu 60 persen di antaranya datang langsung dari indonesia, dan selebihnya adalah rembesan negara-negara Teluk baik dibawa oleh majikan warga Mesir maupun majikan warga negara asing.
Nugroho mengatakan para TKW ini bisa dikategorikan ilegal atau korban penyelundupan manusia (human trafficking) karena diberangkatkan secara non prosedural dan bukan ke negara tujuan TKI informal.
Ia mengemukakan ada tiga alasan mengapa mereka dikategorikan sebagai korban penyelundupan manusia, pertama, undang-undang Mesir nomor 64 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan terpadu hanya mengatur pekerja asing sektor formal dan tidak mengatur pekerja asing sektor informal.
Kedua, tidak ada perjanjian Indonesia-Mesir mengenai pekerja informal, dan ketiga, pemerintah Indonesia tidak pernah menetapkan Mesir sebagai negara tujuan TKI informal.
Terkait dengan krisis di Mesir, KBRI intensif melakukan kontak dengan TKW, terutama mereka yang tinggal di daerah rawan unjuk rasa seperti di Bundaran Tahri dan Bundaran Rabiah Adawiyah di Kairo dan Iskandariyah.