Selasa 09 Jul 2013 17:30 WIB

Kerugian Akibat Kerusakan Pasir Besi Capai Rp 8 Triliun

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Djibril Muhammad
Pasir Besi
Foto: blogspot.com
Pasir Besi

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Dari hasil pemetaan yang dilakukan Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Jawa Barat (Jabar), hampir semua pantai di Jabar terdapat penambangan pasir besi karena mendapat izin dari bupati/ wali kota.

Dalam waktu 20 tahun, BPLHD Jabar mencatat nilai kerugian akibat kerusakan tersebut mencapai Rp 8 triliun. Yakni, sebesar Rp 5 triliun untuk kerusakan sawah dan Rp 3 triliun nilai kerugian untuk jalan rusak. Sementara, keuntungan yang bisa diambil dari pasir besi hanya sekitar Rp 1,7 triliun.

"Jadi kalau Rp 8 triliun itu di-equvalent-kan dengan Rp 1,7 triliun kan tidak masuk akal," ujar Kepala Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan, BPLHD Jabar, Prima Mayaningtyas kepada wartawan, Selasa (9/7).

Menurut Prima, konsep lingkungan yang dibuat pemerintah daerah seharusnya memperhatikan masalah lingkungan. Dari mulai rencana jangka panjang, menengah dan pendek, sampai ke kegiatan yang sifatnya kebijakan.

Pemaafaatan ruang, seharusnya sambil menghitung daya dukung lingkungan seperti apa dan kalau mengeluarkan izin lingkungan seperti apa. Contohnya, kata dia, potensi pertambangan harus dihitung potensi mineral besinya ada berapa ton dan berapa harganya.

Di sisi lain, mineral besi kalau diambil maka ikatan antara satu senyawa dengan senyawa lain tidak terjadi maka bisa merusak sawah.

"Kan kalau (pantai) dibuat ekowisata atau perikanan wisata alam tanpa merusak lingkungan itu juga bisa menghasilkan PAD (Pendapatan Asli Daerah) tinggi," katanya.

Sebenarnya, kata dia, masalah lingkungan itu bisa diproyeksikan di rencana. Semua, bisa memprediksi kalau kegiatan ini ada, apa yang kemungkinan akan terjadi.

"Karena belum terjadi (bencana) semua tenang, tapi kalau sudah terjadi orang teriak di petugas lingkungan," katanya.

Prima menilai, masalah kebijakan lingkungan ini memang setelah otonomi daerah kewenangannya ada sepenuhnya di Bupati/ Wali kota. Kenyataannya, hingga saat ini masih ada kepala daerah yang belum tahu tentang kebijakan pro lingkungan tersebut.

Dikatakan Prima, selain membahas pasir besi, dalam pertemuan dengan Wakil Gubernur Jabar, BPLHD Jabar juga membahas tentang pengelolaan limbah industri. Sebab, kalau ada perusahaan yang akan mengelola limbah, izinnya atau rekomendasi teknis dari BPLHD.

Prosesnya, sama seperti perizinan pada pemberkasan dokumen Amdal. "Perusahaan yang mengajukan izin untuk menjadi pengelola limbah, banyak tak hanya 2," katanya.

Memang, kata dia, karena Wagub Jabar baru menjabat, jadi Ia baru mendatangani dua izin saja. Wagub pun, sangar mengapresiasi keberadaan industri pengolah limbah tersebut karena sangat bagus. Limbah yang ada, tak langsung dibuang ke lingkungan tapi diolah dan harus diuji dulu.

"Industri pengolahan limbah yang mengajukan, banyak. Kalau, sifatnya sebagai pengumpul, sekitar ratusan," katanya.

Menurut Prima, keberadaan industri pengolah limbah tersebut sangat membantu untuk me-reduce limbah yang ada. Walaupun,  memang belum semuanya bisa tertangani oleh mereka.

"Limbah, sekarang punya nilai ekonomis. Karena limbah, berduit juga jadi banyak diperebutkan," katanya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement