REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik Lingkar Madani Indonesia (LIMA), Ray Rangkuti mengatakan selisih pendapat yang kerap terjadi antara Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) bisa mengganggu proses pemilu di kemudian hari.
Hal ini karena hasil putusan pemilu bisa terus-menerus diwarnai silang sengketa. "Bisa saja mengganggu," kata Ray ketika dihubungi, Selasa (9/8).
Ray melihat selama ini KPU terlalu kaku dalam memahami aturan undang-undang. Kondisi ini diperparah dengan lemahnya kemampuan KPU menafsirkan undang-undang. Alhasil apa yang diputuskan KPU selalu berseberangan dengan Bawaslu. "KPU terkesan sangat kaku," ujarnya.
KPU semestinya melakukan komunikasi dengan Bawaslu sebelum mengambil keputusan-keputusan yang menyangkut penafsiran. Dengan begitu, kata Ray, kemungkinan sengketa antardua lembaga bisa diminimalisir. "Paling tidak Bawaslu turut menjadi saksi atas putusan Bawaslu.
Ketua Komisi II DPR, Agun Gunanjar melihat perbedaan pandangan yang kerap terjadi antara Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai hal wajar. Menurutnya kedua lembaga memiliki mekanisme dan prosedur kerja yang diatur dalam undang-undang. "Perbedaan itu biasa saja tidak perlu diperdebatkan," kata Agun, Selasa (9/7).
Agun menyatakan undang-undang memberikan jalan penyelesaian kepada dua lembaga bila mengalami selisih paham. Salah satu jalan itu menurutnya melalui pengadilan tata usaha negara (PTUN). Bila salah satu dari kedua belah pihak belum merasa puas, mereka bisa mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. "Kalau ada yang tidak terima silakan kembali ke PTUN," ujarnya.