REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum tata negara Margarito Kamis meminta kepada Komisi II DPR RI untuk berbicara pada Presiden atau pemerintah untuk mendapatkan kepastian bahwa penyimpangan pada program dana desa pada tahun-tahun pertama ini tidak diklasifikasikan sebagai tindak pidana korupsi.
“Komisi II agar mengambil prakarsa untuk berbicara dengan presiden yang akan memerintahkan Jaksa Agung dan Kepolisian untuk tidak mengacak-acak administrasi keuangan dana desa,” katanya dalam Dialog Pilar Negara yang diselenggarakan MPR bekerjasama dengan wartawan parlemen di Ruang Presentasi Perpustakaan MPR, Kompleks MPR/DPR/DPD, Jakarta, Senin (4/5).
Margarito beralasan para kepala desa akan mengalami kesulitan untuk membuat administrasi keuangan seperti dilakukan instansi dan lembaga pemerintah. “Tidak masuk akal, kepala desa yang terbiasa dengan uang yang nilainya tidak besar kemudian dengan program dana dana desa ini diminta untuk membuat administrasi keuangan negara seperti lembaga-lembaga pemerintah lainnya,” ujarnya.
Menurut Margarito, terbuka kemungkinan terjadi penyimpangan yang masif dalam program dana desa ini. “Akan ada potensi yang luar biasa. Karena itu saya mengusulkan agar pada tahun pertama ini, agar penyimpangan dalam program dana desa tidak diklasifikasikan sebagai tindak pidana korupsi,” tambahnya.
Margarito menyebut tahun pertama dalam program desa ini sebagai periode pembelajaran. Untuk selanjutnya para kepala desa bisa belajar membuat laporan administrasi keuangan negara. “Kita jangan membayangkan para kepala desa seperti orang-orang di kota. Untuk tahun pertama ini bisa menjadi periode pembelajaran misalnya dengan memberi pengecualian hukum,” katanya.