REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua MPR Mahyudin mengatakan, tak perlu menyalahkan siapapun atas melemahnya pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Cina saja sebagai negara ekonomi kuat juga mengalami pelemahan pertumbuhan ekonomi.
"Masyarakat yang tak paham dengan gejolak ekonomi mungkin akan mengira pergantian presiden dan menteri yang membuat ekonomi jadi melemah. Padahal tidak," katanya, Kamis, (7/5).
Pelemahan pertumbuhan ekonomi di Indonesia, terang Mahyudin, selain disebabkan oleh faktor eksternal seperti turunnya harga komoditas ekspor juga disebabkan oleh turunnya harga minyak dunia. "Dulu harga minyak bumi per barel sebesar 100 dolar AS, sekarang harga minyak jadi di bawah 50 dolar AS per barel."
Mahyudin juga meminta agar masalah ini tidak dipolitisir. Kebetulan saja saat ganti pemerintahan, pelemahan ekonomi terjadi. Ia juga menampik jika disebut membela pemerintah. "Saya hanya ingin mendudukkan masalah pada proporsi yang sebenarnya."
Ibaratnya, jangan mengkail di air keruh. Pemerintah didukung melakukan upaya yang terbaik guna memperbaiki perekonomian.
Perlu diketahui, pertumbuhan ekonomi di Cina mulai melemah sejak tahun lalu. Cina juga gagal meraih pertumbuhan ekonomi tahunan yang targetnya sebesar 7,5 persen untuk pertama kalinya selama 15 tahun.
Anjloknya harga minyak, kata dia, membuat perusahaan yang biasanya menggunakan batu bara sebagai alat untuk produksi berganti dengan minyak bumi. Akibatnya batu bara Indonesia tak laku sehingga harganya turun.
Ini membuat daya beli masyarakat jadi rendah. Sehingga mereka yang biasanya membeli berbagai produk Cina, akhirnya tidak membeli produk Cina.
"Karena Indonesia tak membeli produk Cina maka ekonomi Cina akhirnya juga melemah. Jadi ini semua terjadi karena multi player effect, tak bisa menyalahkan siapapun."