REPUBLIKA.CO.ID, BLITAR -- Bangsa Indonesia sedang mengalami "disorientasi budaya" dan "dismotivasi budaya" sehingga bangsa ini kehilangan arah. Tokoh sosial budaya Pratigno YS mengatakan para pemimpin bangsa tidak tahu kemana arah membawa bangsa sehingga muncul berbagai masalah di sektor kehidupan.
"Baik sosial, ekonomi, politik, maupun hukum dan budaya," kata Pratignyo YS, tokoh sosial budaya di Blitar, dalam seminar "Implementasi Nilai-Nilai Pancasila dalam Memperkokoh Etika Kehidupan Berbangsa dan Bernegara" di Blitar, Sabtu (30/5).
Menurut Pratignyo, masyarakat dilanda budaya korup di semua segi kehidupan, menipisnya budaya malu, lunturnya jati diri, serta gagal mewujudkan civil society. Di sisi lain, kata dia, bangsa Indonesia juga sedang mengalami dismotivasi budaya. Pratignyo memberi contoh dismotivasi budaya itu berupa hilangnya motivasi luhur dan diabaikannya cita-cita besar yang termaktub dalam Pembukaan UUD 1945.
"Pancasila menjadi kabur dan tertutup kepentingan pragmatis dan hedonistik," ujar penggagas dan pelaku Grebeg Pancasila ini.
Selain itu, lanjut Pratignyo, bangsa Indonesia juga dilanda "Disfungsi Budaya" kemudian terjebak dalam "dependensi budaya" yaitu ketergantungan pada budaya global di bawah rezim budaya Amerika, Eropa, Jepang, Cina, India dan Korea. "Generasi muda kita hanyut dengan arus budaya global melalui ketergantungan teknologi informasi," katanya.
Pratignyo memberi jalan keluar dari persoalan disorientasi dan dismotivasi budaya ini yaitu melakukan "revolusi mental". Revolusi mental ini bukan revolusi fisik yang mengakibatkan pertumpahan darah. Revolusi mental memerlukan dukungan moral dan spiritual serta komitmen seorang pemimpin.
"Ruh revolusi mental adalah Trisakti Bung Karno, yaitu berdaulat di bidang politik, berdikari di bidang ekonomi, dan berkepribadian di bidang kebudayaan," ujarnya.