REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --Wakil Ketua Badan Pengkajian MPR John Pieris menyatakan terjadi kekacauan dalam sistem sistem ketatanegaraan Indonesia. Karena menurutnya, partai politik berjalan dengan visi misinya masing-masing, beserta skenario politik mereka.
Jika dibandingkan dengan zaman Orde Baru, kata anggota MPR dari Kelompok DPD ini, ada GBHN dan Pancasila sebagai satu-satunya asas, ditambah juga ada trilogi pembangunan. "Sekarang agak susah dengan multi partai, multi kepentingan," ungkap John Pieris dalam Seminar Nasional di Golden Palace Hotel Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), Kamis (6/8).
Melihat kenyataan itulah, John Pieris menilai, sistem perencanaan pembangunan nasional model GBHN perlu diangkat kepermukaan. Sebab, kalau sistem perencanaan pembangunan nasional hanya diangkat dari janji -janji capres dan cawapres di saat kampanye, hal itu tidak bisa menjadi visi bangsa.
John Pieris mengemukakan, rancunya sistem ketatanegaran sekarang ini. Disebabkan dua hal, Pertama, perubahan UUD Tahun 1945 (1999-2002) itu dibuat secara tergesa-gesa, sangat reaktif, eforia demokrasi sarat dengan kepentingan politik pada waktu itu. Persiapannya tidak matang.
Kedua, setelah GBHN tak ada lagi menjadi arah pembangunan, arah pembangunan nasional dijelaskan dalam rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN). RPJMN ini lebih banyak mengcover pemegang kekuasaan eksekutif, dalam hal ini presiden.
"Seharusnya arah pembangunan nasional itu kita buat semacam GBHN, yang kita namakan Pokok Haluan Penyelenggara Negara," ujar John Pieris.
Seminar nasional ini senampilkan para pembicara dari Universitas Maratam, mantan Wakil Bupati Lombok Utara DR. H. Najmul Ahyar, dengan narasumber penyelia anggota Badan Pengajian MPR: Prof. DR. Hendrawan Soepratikno (Fraksi PDI Perjuangan)n dan Syamsul Bahri (Fraksi Partai Golkar).