REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perfilman Indonesia dinilai masih belum sepenuhnya menampilkan aspek -aspek positif. Wakil ketua MPR Oesman Sapta menilai antara sisi positif dan negatif masih 50 -50. Sehingga, perfilman Indonesia ini harus ditanamkan rasa nasionalisme yang tinggi. Meksipun ada pula fil-film yang menceritakan nilai-nilai positif.
''Film itu harus mendidik. Ini saya pikir masih bisa. Memang semua tidak seketika bisa. Kita tidak bisa mengambil langkah -langkah yang drastis seperti membalik telapak tangan,'' kata Oesman, di kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (21/8).
Menurut pria yang akrab disapa Oso itu, masalah sedang maraknya film -film tidak mendidik adalah karena faktor demokrasi. Oso mengatakan, dalam demokrasi, semua generasi muda ingin menunjukan kreativitasnya. Disisi lain, lanjut Oso, anak muda juga tidak boleh dilarang untuk berkreasi.
''Tapi juga dibimbing, supaya jangan terlalu jauh. Jangan terlalu liberal,'' ujarnya.
Oso merasa, sebaga ketua badan sosialisasi empat pilar. Dirinya masih harus menggali tentang film-film di Indonesia, supaya tahu kemana arah yang paling tepat, yang bisa dijadikan tolak ukur bagi kehidupan sebuah bangsa. Apalagi maraknya sinetron -sinetron anak muda, yang lebih menonjolkan sisi negatifnya sebuah pergaulan.
''Bicara mendidik namanya juga sinetron, bagaimana sinetron bisa mendidik. Kalau sinetron mendidik tidak laku,'' kata dia.