REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Wakil Ketua MPR Oesman Sapta mengatakan, saat ini banyak pihak terutama agen-agen asing ingin dan sedang merusak ideologi negara, terutama empat pilar. Karena itu, apa yang diperjuangkan MPR sama dengan apa yang diperjuangkan TNI dan Polri yaitu mempertahankan ideologi negara. Empat pilar MPR terdiri dari Pancasila sebagai dasar negara, UUD 1945 sebagai landasan konstitusional, NKRI sebagai bentuk negara dan Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan negara.
"Saat ini ada orang-orang yang ingin menghancurkan Empat Pilar. Hal demikian merupakan salah satu tantangan kebangsaan,'' kata Oesman, dalam memberikan materi Empat Pilar dalam acara Training of Trainer TNI dan Polri, Kamis (27/8).
Pria yang akrab disapa Oso itu belum melihat empat pilar menjadi satu kesatuan tubuh anak bangsa. Sehingga, Indonesia butuh implementasi empat pilar sampai ke akar rumput. Apalagi, Indonesia merupakan negara yang berdaulat demokratis dan memiliki kekayaan alam melimpah, kemajemukan suku, budaya dan agama dalam setiap komponen masyarakat, tentu tantangannya luar biasa besar.
''Jika tidak disikapi secara bijak bisa menjadi ancaman NKRI,'' ujar dia.
Dewasa ini, lanjut Oso, banyak masalah multidimensional yangg merusak tatanan berbangsa dan bernegera. Banyak orang yang akan menghancurkan empat pilar. Apalagi Empat Pilar merupakan pertahanan terakhir, yang bila tidak dipertahankana, maka akan terjadi perpecahan, sebab kesadaran nasionalisme pada rakyat menjadi tidak melekat.
''Kita masih menggunakan ideologi bangsa adalah Pancasila. Tidak bisa dibungkus-bungkus dengan yang lain. Sekarang sudah ada tanda-tanda itu,'' ungkap Oso.
Dalam acara pembukaan TOT yang dilaksanakan selama empat hari itu, hadir sejumlah petinggi TNI seperti Panglima TNI Gatot Nurmantyo, Kepala staf angkatan darat, serta perwira-perwira tinggi lainnya. Selain itu, Kapolri Badrodin Haitu juga hadir, bersama dengan Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan. Untuk pertama kali juga, tiga wakil ketua MPR hadir dalam acara sosialisasi Empat Pilar, yaitu Oesman Sapta, Mahyudin dan EE Mangindaan.
