REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Pimpinan Badan Penganggaran MPR, Lukman Edy, saat menjadi narasumber Training of Trainers 4 Pilar MPR, Jumat (2/10) mengungkapkan menjelang Indonesia merdeka, para pendiri bangsa berdebat untuk mencari bentuk ideal bentuk negara. Pilihan yang ada apakah bentuk negara Indonesia adalah kesatuan atau federal.
Perdebatan soal bentuk negara, menurut Lukman sebenarnya sudah terjadi pada saat Sumpah Pemuda Tahun 1928. Dikatakan pada saat itu ada utusan-utusan dari Melayu. Utusan Melayu itu menyatakan mereka mau bergabung dengan Indonesia apabila bentuk negara adalah federal. Namun dalam Kongres II Pemuda itu, peserta sepakat untuk memilih bentuk negara kesatuan.
Dalam sidang-sidang BPUPK pun juga terjadi perdebatan di antara anggota BPUPK, ada yang mengusulkan bentuk negara kesatuan, ada pula yang menginginkan federal. Setelah di-voting, yang memilih bentuk negara kesatuan lebih banyak.
Dalam bentuk negara, antara kesatuan dan federal, pernah dialami dan pasang-surut. Indonesia pernah mengalami negara federal saat memiliki konstitusi UUDS dan UUD RIS. Setelah keluar Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dengan berlakunya kembali UUD Tahun 1945 maka bentuk negara kembali ke kesatuan.
Dengan paparan sejarah itu, Lukman mengambil kesimpulan bahwa perdebatan bentuk negara itu ada dan akhirnya bangsa ini memilih bentuk negara kesatuan. Dikatakan oleh Lukman, kalau memilih negara federal kelak masing-masing wilayah akan berdasarkan pada suku, agama, dan ras. "Hal ini tak cocok dengan semangat Sumpah Pemuda dan Proklamasi 17 Agustus 1945," ujarnya.
Pasca Dekrit Presiden, Lukman mengungkapkan ada beberapa kejadian di mana kejadian itu menguatkan bentuk negara kesatuan. Kejadian itu seperti disepakatinya Deklarasi Djuanda. Deklarasi itu yang membuat negara kesatuan menjadi utuh sebab wilayah perairan yang berada di dalam wilayah Indonesia menjadi kedaulatan Indonesia. "Atas jasa Djuanda, laut bukan pemisah wilayah namun sebagai penghubung," paparnya.
Dalam era reformasi, tahun 1998, adanya keinginan untuk memilih bentuk negara pun muncul kembali. Keinginan itu terjadi sebab hubungan antara daerah dan pusat di masa Orde Baru buruk. Tuntutan itu di tengah terjadinya disintegrasi bangsa-bangsa di Eropa Timur. Hal demikian menghantui bangsa ini sebab disintegrasi itu bisa menular ke Indonesia.
Selanjutnya Lukman mengungkapkan kita harus bersyukur karena masyarakat dan elit politik tetap memilih negara kesatuan. "Akhirnya pilihan tetap negara kesatuan," ujarnya.