REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --Presiden ke-5 Republik Indonesia Megawati Soekarno Putri mengaku resah melihat Indonesia dengan mudahnya mengamandemen UUD. Menurutnya, UUD sangat mudah diamandemen tanpa pertimbangan-pertimbangan yang matang.
Megawati mengatakan, setelah rezim orde baru, Indonesia masuk ke alam reformasi. Saat itu ia khawatir karena begitu bergeloranya semangat masyarakat, setelah 33 tahun tersandera rezim otoriter, untuk membentuk pemerintahan baru, tapi tidak dengan persiapan dan kesiapan.
"Apa yang saya khawatirkan terjadi. Beberapa waktu lalu, saya berbicara ketika Zulkifli Hasan menjadi ketua MPR. Apa tidak perlu mengkaji ulang UUD, apakah benar kedudukan MPR menjadi lembaga tinggi perlu dikaji ulang," kata Megawati, dalam Simposium Kebangsaan, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (7/12).
Ketua Umum PDIP itu menambahkan, jika dilihat dari teori dan praktik, dalam amandemen UUD, banyak sisi yang dikhawatirkan.
"Berulang kali saya mengatakan, mengapa tidak pernah ada sebuah simposium. Saya melihat sejak awal, Indonesia sejak empat kali amandemen. Amerika baru amandemen dua pasal selama 200 tahun merdeka, kita tanpa implementasi langsung diubah, dari 37 pasal menjadi 200an pasal," kata Mega.
Megawati menyatakan, jika dicermati, sebenarnya amandemen itu hanya memperpanjang kalimat. Bahkan kadang-kadang malah ada UU yang bertolak belakang atau duplikasi. "Jadi masksud saya mari kita kaji ulang, praktik konstitusi dan ketatanegaraan kita," ujar dia.