REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua MPR Oesman Sapta, prihatin dengan kondisi industri kopi, yang selama ini hanya berorientasi pada ekspor, terutama masih dalam bentuk Biji Kopi, bukan produk yang sudah jadi.
''Kita berpikirnya ekspor row material saja. Tidak berpikir semi-finishing product atau finish produk. Kok Sebodoh itu bangsa kita,'' kata Oso, dalam rapat umum anggota (RUA) Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi Indonesia (AEKI), di Jakarta, Kamis (10/3).
Padahal, Indonesia memiliki penduduk sebesar 250 juta jiwa, sementara di Asean negara dengan penduduk paling tinggi 60 juta jiwa. Artinya, pasar dalam negeri sesungguhnya memiliki potensi basar yang cukup besar.
''Pikirkan rumah tangga kita dulu, baru Asean, pikirkan bagaimana mengembangkan produk dalam negeri,'' ujarnya.
Karena itu, ia mendukung para petani agar dibesarkan dan dilindungi, layaknya petani di Vietnam. Vietnam, menurutnya, kualitasnya kopinya tidak sebaik di Indonesia, tapi turut menentukan pasar di dunia dengan menempati posisi kedua produksi terbesar setelah Brasil.
Oso menyatakan, pengusaha kopi tidak akan besar jika petani tidak produktif. Sehingga,J hutang moral terhadap petani itu wajib dibayar kembali dengan memberikan pembinaan dan perlindungan.
''Kita harus mendukung industri kopu maju, dimana akan memberikan nilai tambah pada produk pertanian kita,'' jelasnya.
Oleh karena itu, ia meminta seluruh provinsi harus menggunakan kopi dari Indonesia. Supaya konsumsi kopi dalam negeri meningkat, yang otomatis akan mendorong peningkatan produksi dan peningkatan harga kopi.
''Kalau tidak didukung, harganya anjlok. Asing untung karena membeli row material. Jadi harus dipaksakan paling tidak semi finishing produk. Kita harus mendobrak pasar internasional,'' ucapnya.