REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid menilai kerjasama patroli di perairan Laut Cina Selatan dengan Filipina dan Malaysia harus ditingkatkan. Karena tidak mungkin angkatan laut atau kapal perang Indonesia selalu mengawal kapal-kapal dagang di perairan tersebut.
"Ada ketidakefektifkan dalam realisasi perjanjian tiga pihak itu," katanya, Sabtu (25/6).
Terlebih, katanya, di era MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN) mensyaratkan kawasan yang menghubungkan antar negara harus benar-benar aman. Menurutnya Indonesia harus mengajak kembali Filipina dan Malaysia untuk duduk bersama mengefektifkan perjanjian tersebut.
Hidayat menambahkan Pemerintah Indonesia juga jangan pernah membayar tebusan kepada para penculik. Karena jika dibayar penyanderaan akan terus terjadi. Selain itu, Pemerintah Indonesia juga tidak mengetahui pelaku sebenarnya penyanderaan tersebut.
"Yang akan disandera juga akan sangat banyak, karena ini daerah perdagangan yang sangat bebas," katanya.
Daerah ini, tambah Hidayat, banyak dilayari oleh nelayan-nelayan Indonesia dari Kalimantan dan Sumatra. Jika Indonesia membayar tembusan setiap kali ada penyanderaan maka Indonesia akan bankrut.
Hidayat mengatakan daripada membayar tebusan lebih baik mengoptimakan kerjasama dengan negara-negara dalam perjanjian tiga pihak tersebut. Sebelum tujuh Anak Buah Kapal (ABK) Indonesia kembali disandera oleh militan Filipina.