REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --Wakil Ketua MPR RI, Mahyudin menilai, sektor perkebunan saat ini masih dikuasai oleh pengusaha. Padahal semestinya, rakyat diberikan porsi yang lebih besar daripada pengusaha.
"Cara berpikir harus diubah. Perkebunan besar itu saat ini perbandingannya 80 persen investor, 20 persen untuk rakyat," kata Mahyudin, di Jakarta, Selasa (11/10).
Bahkan, lanjut dia, investor perkebunan tersebut yang didominasi tanaman sawit lebih banyak dikuasai oleh pengusaha asing terutama asal Malaysia. Karena itu, pemerintah diminta untuk memberikan kesempatan kepada rakyat agar mendapatkan lahan untuk bertani maupun berkebun.
"Jadi pola 80-20 udah ketinggalan zaman. Apalagi kebanyakan untuk investor asing. Kalau perlu dibalik kepemilikannya," ujar dia.
Ia menegaskan, Indonesia mesti menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Jangan hanya sekedar menjadi kuli. Indonesia saat ini, lanjut Mahyudin, belum swasembada pangan. Sebagian besar pangan masih impor, termasuk daging sapi. Padahal, Indonesia merupakan negara sangat subur, yang kaya akan sumber daya alam.
Apalagi, lanjutnya, iklim di Indonesia sangat baik untuk pertanian, ditambah dengan lahan yang sangat luas. Namun, pemanfaatan lahannya belum optimal untuk dikembangkan menjadi lahan pertanian seperti jagung, singkong dan bahkan bisa dipadukan antara perkebunan sawit dan ternak.
"Hal tersebut harus mendapat perhatian lebih. Saya sering ingatkan menteri pertanian agar lebih sungguh-sungguh membangun pertanian Indonesia supaya kedaulatan pangan betul-betul terealisasi," ujar dia.
Mahyudin yang juga ketua umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) itu menilai, banyak kendala yang mengambat kemajuan pertanian Indonesia untuk menuju kedaulatan pangan. Hambatan tersebut antara lain soal sumber daya manusia, dan kesulitan permodalan yang sering dialami para petani.
"Untuk itulah pembentukan kelompok-kelompok tani bisa mengatasi masalah permodalan hal ini tentu saja harus mendapatkan dukungan pemerintah daerah," ungkapnya.