REPUBLIKA.CO.ID, BALIKPAPAN -- Praktek korupsi masih menjadi salah satu masalah yang serius bagi negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Karena itu, sistem penanganan yang dilakukan lembaga antikorupsi itu harus dibenahi.
“Salah satunya adalah KPK yang harus lebih mengutamakan pencegahan dibanding melakukan penangkapan, pengusutan dan juga Operasi Tangkap Tangan (OTT). Apalagi melakukan penjebakan,” kata Wakil Ketua MPR RI, Mahyudin, di sela-sela kunjungannya di Balikpapan, Kalimantan Timur, Selasa (22/11).
Mahyudin memberikan contoh kasus OTT KPK terhadap mantan ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Irman Gusman. Ketika itu OTT terjadi saat seorang pengusaha datang ke kediaman Irman. Pihak keluarga menjelaskan saat itu pengusaha tersebut menawarkan sejumlah uang kepada Irman.
Pihak keluarga juga belum mengetahui alasan kedatangan pengusaha tersebut ke kediaman Irman. Dalam posisi sudah ditolak Irman, pengusaha tersebut pulang dan membawa kembali uang yang sempat ditawarkan ke Irman.
Seharusnya KPK tidak melakukan OTT atau penjebakan, katanya, tapi mereka harus memperingati Irman untuk tidak melakukan hal itu. KPK juga harus memberitahukan Irman terkait konsekuensi apabila praktek korupsi tetap berlangsung.
Apabila ini dilakukan, maka yang bersangkutan tidak akan melakukannya. Sehingga tidak ada penangkapan, tidak ada yang dirugikan.
“KPK juga dapat menghemat kas negara, karena cukup untuk memperingati orang yang bakal korupsi,'' katanya. ''Jadi tidak ada tersangka, juga tidak ada yang dirugikan.''