REPUBLIKA.CO.ID, MANADO -- Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI, E.E. Mangindaan mengungkapkan tantangan kebangsaan yang ada. Diantaranya adalah kelemahan dalam pemahaman dan sempitnya pemaknaan keagamaan sehingga muncul rasa ekstrimis atau radikal.
"Radikalisme terjadi di semua agama. Radikalisme disebut mengganggu terhadap pemahaman Pancasila,” ujar Mangindaan di hadapan ratusan mahasiswa Universitas Sam Ratulangi, Manado, Sulawesi Utara, dikutip dari keterangan tertulis, Kamis (8/12).
Tantangan kebangsaan yang lain adalah pengabaian kepentingan daerah serta fanatisme kedaerahan. Dalam Pilkada, fanatisme kedaerahan ini muncul. Sikap primodialisme terjadi. Seolah-olah yang bisa jadi kepala daerah hanya putra asli daerah.
Menurut Mangindaan, hal ini mengganggu kebhinekaan. "Kurangnya penghargaan terhadap kebhinnekaan muncul saat-saat ini," tambahnya.
Tantangan kebangsaan juga muncul dari penguasa yang sewenang-wenang. Ketika jadi pemimpin seolah semua menjadi miliknya. Padahal kedaulatan ada di tangan rakyat. Maka dari itu keadilan hukum harus ditegakkan.
Kesenjangan sosial menurut Mangindaan juga merupakan salah satu tantangan kebangsaan.
Karena itu Mangindaan mengatakan siapapun tidak boleh putus asa dalam mensosialisasikan Pancasila.