REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN -- Ribuan kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Medan mengikuti Sosialisasi Empat Pilar MPR di Aula Universitas Islam Negeri Islam Sumatera Utara (UINSU), Kota Medan, Sumatera Utara, Jumat (21/4). Hadir dalam acara itu Wakil Ketua MPR, Mahyudin; anggota MPR dari Fraksi Partai Golkar, Hardi Susilo dan Bowo Sidiq Pangarso; Rektor UINSU, dan pejabat lainnya.
Dalam sosialisasinya, Mahyudin mengatakan sosialisasi Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika merupakan amanat UU MD3 di mana seluruh anggota MPR diperintahkan untuk melakukan sosialisasi keempat hal tersebut. Bangsa ini perlu mendalami pemahaman tentang ideologi dan nilai-nilai kebangsaan.
"Setiap bangsa pasti punya ideologi," ujarnya. "Ideologi bangsa Indonesia adalah Pancasila. Pancasila mesti ditanamkam dalam kehidupan keseharian.''
Dalam penanaman ideologi, dulu di sekolah-sekolah lewat Pendidikan Moral Pancasila (PMP). "Dalam pelajaran itu, kita ditanamkan sikap toleransi, tepo sliro, dan tenggang rasa," paparnya. Dalam perjalanan waktu, PMP kemudian diganti menjadi PPKN. Dalam PPKN, Pancasila ada tetapi tidak seperti PMP.
Pada masa Orde Baru, pemahaman Pancasila tidak hanya lewat pendidikan PMP namun juga lewat Penataran P4. Namun dalam era reformasi, apa yang terkait dengan Pancasila, seperti PMP, Penataran P4, dan BP7, semua dihapus.
Dihapus pada era awal reformasi sebab pada masa lalu, Pancasila dijadikan alat politik oleh penguasa. "Segala hal yang berseberangan dengan pemerintah, disebut tidak pancasilais," ungkapnya. Sikap pemerintah Orde Baru yang mempolitisasi Pancasila, membuat masyarakat trauma pada hal-hal yang terkait dengan ideologi itu.
Namun dalam perjalanan waktu, masyarakat rindu akan Pancasila. Kerinduan semakin terasa seiring dengan banyaknya masalah kebangsaan, seperti penegakan hukum yang tidak adil.
Dalam kesempatan tersebut, Mahyudin mengungkapkan tantangan-tantangan kebangsaan. Diungkapkan saat ini di tengah masyarakat masih banyak lemahnya pemahaman terhadap nilai-nilai keagamaan. "Lemahnya nilai pemahaman keagamaan mengakibatkan lahirnya paham radikal," ujarnya.
Kelompok yang menganut paham radikal ini ingin mengubah Pancasila dengan agama tertentu. "Bangsa yang beragam ini ingin diubah dengan paham yang berdasarkan agama tertentu," paparnya. "Mudah-mudahan ini tidak terjadi.''
Menurut Mahyudin, bangsa ini menghargai perbedaan dan keragaman. Tanpa itu semua bangsa ini tak akan bertahan.
Selanjutnya, Mahyudin menyebut globalisasi juga sebagai faktor tantangan. Media sosial saat ini tak terkendali. Media sosial penuh dengan hoax dan fitnah. "Banyak akun palsu," ujarnya.
Hal demikian, menurut Mahyudin, bisa menyebabkan diisintegrasi bangsa. "Kita harapkan hal ini tak terjadi," harapnya. "Dengan mengamalkan Empat Pilar, kita merasa satu saudara.''
Dalam dinamika yang ada, Mahyudin mengharap mahasiswa menjadi pelopor perubahan bangsa. "Untuk itu, kita ke kampus-kampus mensosialisasikan Empat Pilar," paparnya. Ini penting sebab negara ini ke depan, butuh pemimpin yang baik.
Ditegaskan, bila jadi pemimpin, yang perlu dilakukan adalah menghapus korupsi. "Korupsi tak boleh ada," katanya. "Pemimpin harus bisa mensejahterakan rakyat.''