REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Ketua MA, Prof. Dr. Baqir Manan SH, MH, tampil sebagai narasumber dalam sesi kedua 'Konferensi Nasional Etika Kehidupan Berbangsa' di Gedung Nusantara IV komplek MPR, DPR dan DPD, Jakarta, Rabu (31/5). Dalam sesi yang membahas tema Kaidah Pelaksanaan Etika Kehidupan Berbangsa tersebut, Bagir Manan mengatakan ada empat tolak ukur yang bisa dipakai untuk melihat apakah tindakan seorang pejabat publik beretika atau tidak.
"Yaitu, apakah dia tunduk pada aturan atau tidak, menghasilkan sesuatu yang bermanfaat atau tidak, tindakannya itu sendiri berdasarkan kebajikan atau tidak, serta apakah perbuatan itu punya konsekwensi atau tidak," jelas Bagir.
Selain tolak ukur, menurut Bagir, etika juga memiliki prinsip, yaitu tidak memetingkan diri sendiri, integritas, obyektif, pertanggungjawaban, dan terbuka. Selain itu, prinsip lainnya adalah menjaga kehormatan, kepemimpinan, berfikir dan bekerja untuk kepentingan orang banyak.
Munculnya persoalan kebangsaan di Indonesia yang terjadi saat ini, menurut Baqir, karena terjadi krisis karakter. Kondisi itu membuat bangsa Indonesia sulit keluar dari persoalan.
"Uni Soviet ambruk dalam seminggu, karena negara dijalankan dengan prinsip yang tidak dikehendaki rakyat. Makanya begitu ada peluang, mereka pun langsung ambruk,'' kata Bagir.
Sementara Prof. Dr. Sudjito SH, M.si, yang juga tampil sebagai narasumber dalam sesi itu mengatakan etika bernegara akan jalan kalau ada sikap instropeksi dan kendali diri. Karena etika merupakan nilai yang melekat pada sanubari, bukan faktor eksternal.
"Kebebasan adalah anugerah, silahkan berbuat apapun, kecuali yang dilarang,'' katanya. ''Jadi, lingkup etis itu yang dilarang. Dan, itu harus dengan mengendalikan diri.''