REPUBLIKA.CO.ID, SAMARINDA -- Wakil Ketua MPR RI, Mahyudin, mengatakan kegiatan Sosialisasi Empat Pilar sangat dibutuhkan. Pasalnya nilai-nilai asing ke Indonesia berjalan terus-menerus, melalui berbagai media.
MPR merasa perlu untuk menyosialisasikan Empat Pilar MPR RI agar keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) bisa terjaga. Apalagi saat ini banyak muncul kelompok masyarakat yang hendak memerdekakan diri dari NKRI.
Menurut dia, yang terpenting dari upaya sosialisasi yang dilakukan MPR adalah bagaimana rakyat Indonesia bisa kembali memahami kembali Pancasila dan nilai-nilai luhur bangsanya. Ini, kata Mahyudin, sangat penting di saat bangsa Indonesia pascareformasi bergulir tidak lagi memahami, mempelajari, apalagi mengimplementasikan Pancasila dan nilai luhur bangsa. Ditambah lagi berbagai konflik suku, agama, ras, dan antar-golongan (SARA) pra dan pasca pilkada DKI yang dinilainya sudah dalam taraf mengkhawatirkan dan menganggu persatuan bangsa.
"Pemahaman Pancasila dan nilai luhur bangsa saat ini jauh berbeda dengan masa lalu. Saat ini sosialisasi oleh MPR dilakukan dengan berbagai metode seperti melalui seni budaya, outbound untuk para mahasiswa, lomba cerdas cermat Empat Pilar untuk pelajar SLTA, berbagai seminar dan diskusi serta training of trainers untuk para profesional dan akademisi," ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Kamis (25/8) malam.
Yang diharapkan MPR, lanjut Mahyudin, pascaselesai mengikuti sosialisasi, para peserta mampu memahami, dilanjutkan dengan mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari serta memberikan pemahaman kepada lingkungannya masing-masing.
Dia bersyukur bahwa Pancasila kini sudah banyak dibicarakan, dipahami kembali oleh seluruh rakyat Indonesia. "Ini sangat luar biasa sebab, metode yang dilakukan tidak ada sama sekali indoktrinasi dan pemaksaan. Yang ada rakyat Indonesia menyadari dengan kesadaran tinggi pentingnya Pancasila dan nilai luhur bangsa untuk persatuan dan kesatuan bangsa," kata dia.
Mahyudin mengingatkan, salah satu hal yang paling banyak menjadi perdebatan yang perlu diwaspadai adalah fenomena pemilihan kepala daerah. Banyak sekali isu SARA yang dilontarkan pihak pro dan kontra calon untuk saling menjatuhkan. "Ini yang harus dicamkan. Setiap agama mengajarkan untuk menjalankan segala perintah Tuhan melalui kitab suci-Nya. Contoh Islam, bukan rasis jika Islam memilih calon pemimpin yang beragama Islam sebab itu adalah perintah agamanya. Tapi menjadi salah jika kita melarang orang untuk mencalonkan diri dan menjatuhkannya dengan memakai isu SARA," ujarnya.
Pada Kamis (24/8), Mahyudin menyampaikan sambutan sekaligus membuka secara resmi Sosialisasi Empat Pilar MPR RI di hadapan 400 mahasiswa yang tergabung dalam Forum Mahasiswa Kalimantan Timur. Mahyudin menyampaikan, kegiatan sosialisasi yang dilaksanakan MPR RI sudah berganti nama. Dulu, pada saat MPR diketuai oleh Taufiq Kiemas, sosialisasi ini bernama Sosialisasi Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara. Tetapi, pada awal kepemimpinan MPR RI Periode 2014-2019, nama itu menjadi Sosialisasi Empat Pilar MPR RI.
Perubahan nama itu adalah Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang melarang MPR mamakai istilah Sosialisasi Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara. Putusan itu diambil menyusul adanya kelompok masyarakat yang mengajukan gugatan, judicial review, ke MK. Maka, setelah berkonsultasi dengan MK, MPR kemudian dibolehkan oleh MK mengubah nama menjadi Sosialisasi Empat Pilar MPR RI.