Monday, 30 Jumadil Awwal 1446 / 02 December 2024

Monday, 30 Jumadil Awwal 1446 / 02 December 2024

'Bangsa Besar Harus Mengenali Ideologi Bangsanya Sendiri'

Senin 18 Sep 2017 11:12 WIB

Rep: Ali Mansur/ Red: Dwi Murdaningsih

Ketua Badan Sosialisasi Empat Pilar MPR RI, Ahmad Basarah menutup sosialisasi empat pilar dengan metode outbond, Ahad (17/9).

Ketua Badan Sosialisasi Empat Pilar MPR RI, Ahmad Basarah menutup sosialisasi empat pilar dengan metode outbond, Ahad (17/9).

Foto: mpr

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sebanyak seratus mahasiswa mengikuti Sosialisasi Empat Pilar Majelis Permusyawatan Rakyat (MPR) RI dengan metode Outbound di Palembang. Ketua Badan Sosialisasi Empat Pilar MPR RI, Ahmad Basarah mengatakan sosialisasi ini dalam rangka mengenalkan jati diri bangsa dan ideologi kepada anak muda.

"Tidak ada negara besar di dunia yang bangsanya tidak mengenal jatidiri bangsanya sendiri," kata dia.

Dalam pidatonya, mengakui bahwa memang benar sosialisasi ini sudah dilakukan sejak 2012. Namun berdasarkan Undang-undang nomor 27 Tahun 2009 yang wajib disosialisasi waktu itu adalah pasal-pasal dalam UUD Tahun 1945 yang telah diubah.

 "Akan tetapi, Ketua MPR RI periode 2009-2014, Taufik Kiemas menganggap ada yang lebih penting untuk disosialisasikan kepada bangsa Indonesia daripada sekedar UUD hasil perubahan," kata Ahmad Basarah, dalam siaran persnya, Senin (18/9).

 

Menurut Basarah, hal itu tak lain adalah Pancasila sebagai dasar Negara, dan kemudian dalam perkembangannya diperkuat lagi dengan NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika. Jadi, ada empat yang harus disosialisasikan pada periode kepemimpinan MPR Taufik Kiemas, yaitu Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, Bhinneka Tunggal.

 

"Kalau sebelumnya menggunakan istilah Sosialisi Putusan MPR dan Ketetapan MPR, untuk selanjutnya karena ada empat yang harus disosialisasikan maka diberi nama Sosialisasi Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara," kata dia.

 

Lanjut Basarah, pimpinan MPR waktu itu menganggap perlu sosialisasi secara mendalam tentang prinsip-prinsip berbangsa dan bernegara yang bernama Pancasila sebagai akibat di era reformasi telah terjadi penyampingan Pancasila dari kehidupan berbangsa dan bernegara.

 

Hal itu terjadi, menurut Basarah, karena di awal reformasi, kaum reformis telah membuat hipotesa yang keliru. Bahwa Presiden Soeharto yang telah berkuasa 32 tahun dengan sistem otoritarianisme itu jatuh karena Pancasila, karena P-4, dan karena kagiatan lainnya mengatasnamakan Pancasila.

 

Lalu kemudian, lanjut Basarah, serta merta ada Sidang Istimewa MPR di tahun 1999 yang mencabut TAP MPR No. II Tahun 1978 tentang Pedoman Pengalaman Penghayatan Pancasila (P4). Tidak ada lagi P4. Lalu, tidak berhenti di situ, setelah P4 dicabut, BP-7 sebagai badan yang secara khusus bertanggung jawab untuk menyosialisasikan dan membangun mental ideologi pun dibubarkan. Tidak cukup sampai di situ, berikutnya mata pelajaran Pancasila dalam UU Sisdiknas juga dicabut sebagai mata pelajaran pokok.

 

"Maka sempurnalah upaya memisahkan bangsa Indonesia dari ideologinya sendiri," ujar Basarah.

 

Menurut Basarah, tanggung jawab melaksanakan sosialisasi ini ada pada lembaga eksekutif. Tapi, karena sebelumnya tidak ada kegiatan sosialisasi dilaksanakan oleh pemerintah, maka berdasarkan pasal 15 ayat 1 huruf e UU No. 27 Tahun 2009 jo UU No. 17 Tahun 2014 jo UU No. 42 Tahun 2017 tentang MD3 maka anggota MPR RI wajib melaksanakan kegiatan sosialisasi Empat Pilar, yang salah satu metodenya adalah outbound.

 

Namun, sejak 7 Juni lalu, pemerintah telah membentuk badan khusus untuk melaksanakan sosialisasi Pancasila, yang diberi nama Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila ((UKP PIP). Badan ini dipimpin Yudi Latief. .

 

Dengan demikian, saat ini, ada dua lembaga negara melaksanakan tanggung jawab melaksanakan sosialisasi ideologi bangsa, Pancasila. Pertama MPR, payung hukumnya UU MD3, dan kedua UKP PIP dengan payung hukumnya Perpres 53 Tahun 2017.

 

  • Komentar 0

Dapatkan Update Berita Republika

BERITA LAINNYA

 
 
 
Terpopuler