REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menanggapi 200 mubaligh atau penceramah versi pemerintah, Wakil Ketua MPR Mahyudin mengatakan hal yang demikian menimbulkan sikap pro dan kontra di masyarakat. Ia menilai seharusnya ada sosialisasi terkait daftar tersebut.
"Sebelum dibuat daftar ustaz seharusnya ada sosialisasi buat mereka," ujar Mahyudin saat berada di Balikpapan, Kalimantan Timur, Sabtu (19/5).
Mahyudin mengakui negara ini membutuhkan mubaligh yang diyakini bisa menimbulkan rasa aman untuk bangsa dan negara. Untuk itu Mahyudin menegaskan kembali sebelum dibuat daftar 200 mubaligh sebaiknya Kementerian Agama (Kemenag) membicarakan hal demikian dengan mereka.
"Supaya tak menimbulkan pro dan kontra," ujarnya.
Peserta kuliah tujuh menit di Islamic Center Balikpapan.
Ketika ditanya wartawan mengenai pemberantasan terorisme dengan melibatkan Komando Operasi Khusus Gabungan (Koopssusgab), Mahyudin mengatakan, "Saya berbeda dalam masalah ini, saya merasa pasukan gabungan belum diperlukan," katanya.
Mahyudin mengatakan pasukan gabungan diperlukan bila teroris sudah menyatakan atau melakukan perang terbuka dan Densus 88 Polisi sudah kewalahan. "Saya kira itu baru diperlukan pasukan gabungan," ungkapnya.
Dirinya melihat selama ini Densus 88 masih sanggup menangani terorisme. Buktinya, setelah ada kejadian bom, para teroris bisa ditangkap. Dari sinilah dirinya melihat tidak ada unsur kewalahan dari institusi kepolisian.
Bagi Mahyudin yang paling penting adalah diperkuatnya unsur intelijen. "Agar kita tak kecolongan," katanya.