Wednesday, 18 Jumadil Awwal 1446 / 20 November 2024

Wednesday, 18 Jumadil Awwal 1446 / 20 November 2024

Pemilihan Langsung Dinilai tak Sesuai Pancasila

Senin 22 Oct 2018 17:00 WIB

Red: Dwi Murdaningsih

Wakil Ketua MPR RI Mahyudin (kiri).

Wakil Ketua MPR RI Mahyudin (kiri).

Foto: mpr
Pemilihan langsung membuat politik berbiaya mahal.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua MPR RI Mahyudin menyampaikan sistem pemilihan langsung yang berlaku saat ini tidak sesuai dengan sila ke empat Pancasila. Bahkan akibat pemilihan langsung bukan hanya banyak pejabat yang berurusan dengn KPK akibat tindak pidana korupsi. Tetapi ancaman perpecahan diantara para pendukung juga makin kentara.

Hal itu diucapkan dia saat bersilaturahmi dan menyampaikan Sosialisasi Empat Pilar MPR kepada puluhan guru dan kepala sekolah dari Kabupaten Kutai Timur yang berkunjung ke komplek parlemen, Senin (22/10). Rombongan delegasi guru-guru, itu dipimpin Suyatno, Kepala Unit Pelaksana Tugas (UPT) Pendidikan Sangatta Utara.

Berbagai pertanyaan disampaikan oleh para guru, kepada mantan Bupati Kutai Timur itu. Mulai dari efek negatif pelaksanaan  demokrasi yang mahal dan  mengakibatkan maraknya praktik korupsi. Hingga peluang berlakunya kembali GBHN dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.

photo
Wakil Ketua MPR RI Mahyudin saat bersilaturahmi dan menyampaikan Sosialisasi Empat Pilar MPR kepada puluhan guru dan kepala sekolah dari Kabupaten Kutai Timur yang berkunjung ke komplek parlemen, Senin (22/10).

Mahyudin mengaku setuju dengan usul para guru, jika satu saat nanti Indonesia,   harus kembali pada demokrasi perwakilan khususnya pada pelaksanaan pemilihan kepala daerah.

“Kalau pendapatan masyarakat Indonesia sudah meningkat dan tidak mudah disusupi politik uang. Kalau rata-rata pendidikan masyarakat sudah semakin baik dibanding saat sekarang, mungkin pada saat itu kita bisa praktekkan pemilu langsung. Tetapi, kalau pemilu langsung dilakukan saat ini, kita tunggu saja waktunya, akan makin banyak pejabat negara yang terkena kasus tindak pidana korupsi”, kata Mahyudin.

Peluang pejabat melakukan tindak pidana korupsi, kata Mahyudin akan semakin kecil bila dana kampanye ditanggung oleh negara. Kenyataannya, para pejabat yang melakukan korupsi, dipengaruhi oleh biaya kampanye yang sangat besar. Menurut dia, mereka berusaha mengembalikan dana yang digunakan selama kampanye, melalui cara yang tidak benar. Yaitu melakukan korupsi.

  • Komentar 0

Dapatkan Update Berita Republika

BERITA LAINNYA

 
 
 
Terpopuler