REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di hadapan delapan ratus orang yang berasal dari Himpunan Putra-Putri Keluarga Angkatan Darat (Hipakad), Keluarga Besar Putra-Putri Polri (KBPPP), dan mahasiswa Universitas Kristen Indonesia (UKI), yang memenuhi Gedung Nusantara V, Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (3/12), Sesjen MPR Ma’ruf Cahyono menyebut yang hadir pada acara Sosialisasi Empat Pilar MPR itu merupakan kelompok strategis sehingga mereka perlu dibekali dengan nilai-nilai kebangsaan.
Diharapkan Sosialisasi Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika, tidak hanya membuat mereka paham, namun mereka harus mampu menerjemahkan dan mengaktualisasikan nilai-nilai kebangsaan. “Nilai-nilai kebangsaan harus dapat diaktualisasikan dalam keseharian," ujarnya seperti dalam siaran pers.
Menurut pria asal Banyumas, Jawa Tengah, mengaktualisasikan nilai-nilai kebangsaan penting sebab aktualisasi kehidupan tidaklah statis tetapi sangat dinamis. Ia akan berhadapan dengan suatu perubahan yang terus menerus, tuntutan, dan perkembangan jaman.
Sehingga bila ideologi yang diyakini tidak hidup atau tak diaktualisasikan, maka ia tidak bisa beradaptasi dengan kebutuhan dan perkembangan zaman. “Di sinilah saya merasa khawatir," ujarnya.
Ketika ideologi bangsa tidak bisa diadaptasikan atau sebagai sesuatu yang tak bisa hidup di tengah masyarakat, maka hal yang demikian perlu segera diantisipasi. Apalagi mayoritas anak muda sekarang hidup di zaman yang berbeda yaitu zaman milenial.
“Sekarang era yang disebut dengan generasi milineal," tambahnya.
Ditegaskan pada generasi milineal inilah nilai-nilai kebangsaan harus diinternalisasikan agar mereka bisa menerjemahkan nilai-nilai luhur bangsa itu. “Mereka harus bisa menerjemahkan dalam dunia yang aktual," tuturnya.
Penanaman nilai-nilai kebangsaan pada generasi milineal menurut Ma’ruf Cahyono merupakan bekal bagi mereka dalam menghadapi perubahan zaman. Apapun perubahan zaman menurutnya, tidak boleh membuat kita keluar dari jati diri bangsa. Oleh karena itu Empat Pilar MPR harus menjadi bekal bagi mereka untuk menatap masa depan.
Jati diri bangsa itu harus mampu diadaptasikan dalam segala rupa kehidupan yang ada. Dengan jati diri inilah masyarakat bisa menghadapi tantangan dan memanfaatkan peluang yang ada.
Disebut bangsa ini termasuk generasi milineal menghadapi tantangan global dan perkembangan teknologi informasi yang dahsyat. Menghadapi era yang demikian diharap generasi milineal tidak hanya mempunyai kualitas dan kapasitas untuk bersaing dengan bangsa lain, namun juga harus memiliki ketahanan ideologi sebagai jati diri bangsa.
“Kita ingin menjadi bangsa yang besar dan maju tanpa kehilangan jati diri bangsanya," ungkapnya.
Untuk menjadi bangsa yang besar dan maju tentu tidak mudah diwujudkan secara serta merta apalagi adanya pengaruh dan persaingan yang ketat dengan bangsa bangsa yang lain. “Pengaruh dan persaingan ini tidak akan berhenti," paparnya.
Untuk itu nilai-nilai kebangsaan juga harus terus dikuatkan. Jangan sampai bangsa ini mampu bisa memasuki era persaingan bebas, namun ia kehilangan jati diri bangsanya.
Dalam era perkembangan teknologi informasi, semua sarana yang ada dikatakan bisa dijadikan sarana untuk meningkatkan persatuan dan jati diri bangsa. Pemanfaatan teknologi informasi seperti handphone diharap tidak menjadi kontraproduktif dengan nilai-nilai yang ada.
Diakui handphone di satu sisi mampu sebagai sarana untuk transformasi ilmu pengetahuan, menguatkan paham kebangsaan, dan nilai-nilai positif lainnya. Meski diakui juga bahwa dari alat komunikasi ini bisa digunakan untuk menebar sesuatu yang tidak produktif bahkan negatif.
“Oleh karena itu saya mengatakan sarana teknologi informasi harus mampu membuat kita menjadi produktif untuk penguatan jati diri bangsa bukan malah sebaliknya," ucapnya.