REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG SELATAN -- Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas angkat bicara terkait kelemahan model pembangunan nasional sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN). Menurut dia, SPPN yang diturunkan menjadi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) faktanya disusun berdasarkan platform politik.
"Platform politik berorientasi lebih pada how to getting voter, bukan menjalankan mandat Haluan Pembangunan jangka panjang," kata dia, dalam diskusi nasional bertajuk Evaluasi 15 Tahun Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Kamis (5/9).
Dia memaparkan lebih lanjut kelemahan SPPN. Salah satunya yaitu tidak adanya kewajiban bagi Capres dan Calon Kepala Daerah dalam menyusun visi-misinya melihat kepada RPJPN/D dan tidak ada sanksi apabila visi-misi tersebut tidak selaras dengan RPJPN/D.
Dalam pelaksanaan kebijakan ada potensi pemerintah daerah tidak selaras dengan pemerintah Provinsi hanya karena kepala daerahnya berbeda partai. Begitu pula antara pemerintah Provinsi dengan pemerintah pusat. Oleh karena itulah diperlukan adanya Haluan Negara.
"Haluan Negara ini diperlukan sebagai pedoman dan tuntutan arah pembangunan secara ideologis atau substantif. Perlu dipertimbangkan agar rencana menghidupkan kembali Haluan Negara melalui Amandemen Terbatas UUD NRi 1945 namun tidak mereduksi semangat reformasi. Dalam perspektif ketatanegaraan tidak mengubah posisi dominan terhadap MPR RI, karena sistem presidensial di negara kita hari ini sedang mengalami proses pendewasaan," kata Anas.
Terakhir Anas membagikan pengalamannya selama memimpin Banyuwangi selama 2 (dua) periode. Berbagai capaian prestasi tersebut lantaran dirinya sebagai Kepala Daerah mewajibkan kepada aparatur di bawahnya untuk menyeleraskan visi-misi daerah dengan kebijakan yang telah ditetapkan pemerintah pusat.
Hasilnya pendapatan per-kapita rakyat Banyuwangi mengalami lompatan peningkatan. Pada tahun 2010 sebesar Rp 20,86 juta dan tahun 2018 sebesar Rp 48,75 juta. Ada kenaikan sebesar 134 persen. Produk Domestik Bruto juga mengalami kenaikan tahun 2010 hanya Rp 32,46 triliun dan tahun 2018 sebesar Rp 78,48 persen artinya ada kenaikan signifikan sebesar 141,78 persen.
Belum lagi kunjungan wisatawan domestik mengalami kenaikan dari 491 ribu orang pada tahun 2010 menjadi 5,2 juta orang pada tahun 2018. Pun demikian dengan kunjungan wisatawan mancanegara mengalami kenaikan 919 persen dari tahun 2010 hanya 12.505 orang dan tahun 2018 menjadi 127.420 orang.
"Ini bisa terjadi karena selarasnya visi-misi daerah dengan pusat. Sayangnya tidak semua daerah menerapkan hal tersebut," kata Anas.