REPUBLIKA.CO.ID, MINNESOTA--Patrick Nervig begitu takjub melihat sajian berbuka yang tersedia di meja makan. Tapi matanya tertuju pada nasi berwarna kuning plus aroma daging domba.
Patrick bukanlah Muslim, ia seorang Lutheran. Ia diundang rekan kerjanya untuk menghadiri buka puasa bersama di Woodbury. Hampir separuh tamu yang datang bukanlah Muslim.
"Jujur saya tidak terlalu paham soal Muslim. Jadi, saya ingin tahu bagaimana mereka berbuka," katanya seperti dikutip StarTribune, Kamis (11/7).
Patrick menilai ajakan berbuka puasa sangat baik guna memperkenalkan Islam kepada masyarakat AS dengan agama dan budaya yang berbeda. "Saya pikir ini sangat baik. Dimana, kami bisa berpikiran terbuka dan mempelajari agama dan budaya lain," tuturnya.
Aktivitas macam ini memang disarankan pemimpin komunitas Muslim sejak jauh-jauh hari. Ini dilakukan guna memperkenalkan Islam dan Muslim dikalangan masyarakat AS. Cara ini juga dinilai efektif karena pada akhirnya apresiasi masyarakat AS pun sangat positif.
Yang menarik, usaha ini mulai mendapat simpati pemerintah lokal. Di Minessota, pemerintah lokal setempat justru menganjurkan masyarakat agar tak ragu menerima undangan berbuka puasa.
"Banyak orang bertanya soal Islam. Ramadhan inilah momentumnya," kata Lori Soraya, Direktur Dewan Hubungan Amerika-Islam (CAIR) Minnesota.
Tak hanya pemerintah, kalangan gereja juga menyambut ajakan itu dengan positif. Mereka bahkan membantu dalam pelaksanaan program berbuka bersama sejak delapan tahun silam.
Yang pasti, acara berbuka bersama ini sangat sukses. Data CAIR terungkap tahun lalu lebih dari 250 orang non Muslim, dimana 233 diantaranya belum memasuki masjid, menghadiri undangan berbuka bersama. Tahun ini, Cair berharap jumlahnya akan meningkat lagi.