REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keputusan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang mengabulkan gugatan terkait sengketa daerah pemilihan dinilai cenderung menyenangkan partai politik. Kewenangan tambahan Bawaslu dalam sidang sengketa justru dikhawatirkan rentan dipolitisasi oleh parpol pada tahapan pemilu selanjutnya.
"Posisi Bawaslu yang sangat kuat ini sangat rentan dimanfaatkan oleh pihak yang tidak puas dengan hasil pemilu. Sarat dengan kepentingan politik kelompok tertentu," kata peneliti Perludem, Veri Junaedi, Kamis (11/7).
Harusnya, ujar Veri, dalam menangani sengketa Bawaslu harusnya mempertemukan dua kepentingan. Pertama, kepentingan parpol. Apakah KPU melakukan proses verifikasi caleg dengan benar. Kedua, apakah partai politik mengikuti veriifkasi yang diwajibkan KPU dengan benar atau tidak.
Dalam kasus Partai Gerindra, Hanura, PAN, dan PPP, menurut Veri, KPU melakukan verifikasi sesuai aturan UU Nomor 8/2012. Yang diperkuat peraturan KPU Nomor 7/2013. Terutama menyangkut syarat keterwakilan perempuan dan penempatan perempuan yang mengganjal parpol tersebut.
"Yang dilakukan Bawaslu dalam menangani sengketa malah menoleransi kesalahan partai politik. Ini berpotensi buruk ke depannya, Bawaslu akan dimanfaatkan partai," ungkap Veri.
Tahapan pemilu yang masih panjang, lanjut dia, berpotensi menimbulkan snegketa yang lebih banyak. Dengan sikap Bawaslu yang kurang bijak, Veri mengkhawatirkan partai politik akan abai bila melakukan kesalahan atau pelanggaran aturan KPU. Karena melalui penyelesaian sengketa di Bawaslu, mereka bisa memanfaatkan kewenangan Bawaslu.
"Parpol anggap Bawaslu bisa dimainkan, justru ini lama kelamaan akan menjatuhkan performa Bawaslu," ungkapnya.