Ahad 14 Jul 2013 12:49 WIB

Pemerintah Harus Tata Manajemen Lapas dan Rutan

Rep: Wahyu Syahputra/ Red: Djibril Muhammad
Presidium Indonesian Police Watch (IPW), Neta S Pane
Presidium Indonesian Police Watch (IPW), Neta S Pane

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Insiden kerusuhan dan pembakaran Lapas Tanjung Gusta, Medan, Sumatera Utara, beberapa waktu lalu, yang menyebabkan ratusan narapidana melarikan diri menjadi pandangan tersendiri sejumlah pengamat.

Ketua Presidium Indonesian Police Wacth (IPW), Neta S Pane mengungkapkan, kasus Lapas Tanjung Gusta, Medan harus menjadi pelajaran bagi pemerintah untuk menata sistem dan manajemen Lapas dan Rutan.

Polri yang akan kelabakan dalam mengantisipasi keamanan di masyarakat jika amuk napi terus terjadi dan napi terus menerus melarikan diri.

Neta melanjutkan, dengan adanya kasus Tanjung Gusta sudah saatnya pemerintah membangun sejumlah Lapas di sejumlah pulau terluar dan menempatkan para napi korupsi, narkoba, dan teroris disana.

"Selama ini, napi korupsi dan narkoba kerap menjadi biang kerok kecemburuan di Lapas maupun Rutan," katanya, Ahad (14/7).

Sebab, dengan uang yang dimilikinya, mereka bisa mendapat apa saja yang diinginkan. Mulai dari membeli sel hingga sel tersebut hanya ditempatinya sendiri dengan berbagai fasilitas 'bintang lima'. Bahkan, sejumlah napi korupsi bisa keluar Lapas sesuka hatinya dengan alasan berobat.

Selain itu, Narapidana koruspi dapat menyewa ruangan pejabat Lapas untuk kantornya dan Memakai alat elektronik serta alat komunikasi secara bebas. Menurut Neta, Semua tamu narapidana korupsi yang masuk ke Lapas tidak diperiksa sipir.

Semua keistimewaan ini mereka dapatkan karena membayar suap kepada oknum Lapas atau Rutan. "Ya karena ada suap di sana," kata Neta

Kondisi inilah yang kerap menimbulkan kecemburuan di Lapas dan Rutan. Neta menegaskan, maka sistem, manajemen, dan pengawasan terhadap Lapas perlu dibenahi. Tahanan korupsi, narkoba, dan teroris harus ditempatkan di Lapas pulau terluar.

Tujuannya, agar mereka tidak bisa mengakses koleganya untuk berkolusi dan mendapatkan keistimewaan atau pulang ke rumah sesukanya. Neta melanjutkan, kejahatan yang mereka lakukan juga terkatagori kejahatan tingkat tinggi 'extraordinary crime' yang menghancurkan bangsa dan negara sehingga sangat pantas mereka ditempatkan di Lapas pulau terluar.

Menurut Neta, dalam manajemen Lapas, pemerintah harus tegas bahwa tidak ada lagi napi potensial yang menguasai kamar tahanan hanya untuk dirinya sendiri dan menjadi raja kecil yang mempecundangi para pejabat Lapas dengan uangnya.

Di Lapas harus ada standar, satu kamar diisi empat atau enam tahanan. Kepala Lapas yang berkolusi dengan napi potensial harus dikenakan sanksi pidana. Tanpa tindakan tegas Lapas tidak akan terkendali dan tidak akan ada efek jera, bagi aparat Lapas maupun para napi korupsi dan narkoba.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement