REPUBLIKA.CO.ID, SEMANGGI -- Polisi harus teliti dalam mengatasi kasus mutilasi yang dilakukan seorang anak yang mengalami gangguan jiwa terhadap ibunya sendiri.
"Pihak kepolisian harus teliti," kata Anggota Asosiasi Psikologi Islam dan World Society of Victimology, Reza Indra Giri, Ahad (14/7).
Reza menjelaskan, kalau ternyata pelaku dikenai pasal 44 ayat 1 KUHP tentang tidak dapat dihukum seorang kepada adanya gangguan penyakit orang tersebut, maka pelaku tidak boleh dipidana dan pelaku harus direhabilitasi.
Reza melanjutkan, jika sembuh polisi berkewajiban untuk mengintegerasikan pelaku kembali ke masyarakat.
Namun Reza menyampaikan, sembuhnya pelaku tersebut harus memiliki ketentuan. Bila pelaku termasuk pengidap skizofrenia, sembuh yang realistis adalah sebatas yang bersangkutan tidak lagi menampilkan perilaku yang berbahaya.
"Baik terhadap diri sendiri maupun orang lain," katanya.
Menurut Reza, polisi harus tetap menaruh kecurigaan. Pertanyaannya adalah yang bersangkutan benar tidak waras atau pura-pura tidak waras (malingering). Kalau tidak waras, harus ada pertanyaan kapan ketidakwarasannya muncul. Sebelum aksi, saat aksi, atau setelah aksi pembunuhan?.
"Jika setelah aksi, maka yang bersangkutan tetap bisa dipidana," kata Reza.
Reza melanjutkan, pihak kepolisian harus hati-hati dan teliti, pasalnya hal semacam ini bisa dimanfaatkan pelaku ataupun pengacaranya untuk lolos dari hukum.
Statistik menunjukkan, yang paling banyak kena pasal 44 ayat 1 KUHP adalah penderita skizofrenia, dan pelaku biasanya memelajari dengan baik gejala-gejalanya agar lolos dari hukum.
Sementara, dalam hal lain, Reza tidak setuju dengan tindakan pelaku menyimpan hasil mutilasinya karena bentuk rasa sayang terhadap ibunya.
Menurut Reza, kasus ini sama seperti kasus ibu yang membunuh tiga anaknya beberapa tahun silam. Pelaku mengatakan hal yang hampir sama. Tapi Reza mengatakan, kasus tersebut merupakan Munchausen Syndrome by Proxy.
Munchausen Syndrome by Proxy merupakan gangguan mental yang serius, yang mana seseorang mencari perhatian dengan berpura-pura sakit atau menjadi sakit atau sengaja terluka.