REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR RI, Priyo Budi Santoso menilai rencana Indonesia Corruption Watch (ICW) melaporkannya ke Badan Kehormatan (BK) DPR RI merupakan bentuk ketidakmampuan ICW memahami fungsi tugas pimpinan parlemen.
Menurut Priyo, sikap ICW merespons surat aspirasi dari para terpidana korupsi berlebihan. "ICW sering salah mengerti dan merespon dengan cara berlebihan," kata Priyo ketika dihubungi wartawan, Senin (15/7).
Priyo meminta ICW memahami substansi kebijakan yang dia ambil. Politisi Partai Golkar ini mengatakan polemik surat dari para terpidana korupsi yang dia teruskan ke presiden merupakan bagian dari tugasnya sebagai pimpinan DPR.
"Silakan dibaca cermat surat tersebut. Itu surat pengaduan biasa. Tidak ada embel-embel apapun," ujar Priyo.
Sebagai pimpinan DPR RI Priyo mengaku biasa menandatangani ratusan surat pengaduan masyarakat. Beberapa surat itu misalnya berasal dari mantan panglima GAM, atau mengenai konflik agraria.
Sementara itu, Wakil Ketua DPR RI dari PDI Perjungan, Pramono Anung mengatakan Priyo semestinya berhati-hati menyikapi surat aspirasi dari para terpidana korupsi. Sebab, menurutnya surat aspirasi semacam itu perlu dikoordinasikan dengan komisi terkait sebelum diteruskan ke pemerintah.
"Surat seperti itu perlu kehati-hatian. Surat dari komisi adalah ketentuan tidak tertulis pimpinan DPR apakah wajib meneruskan," kata Pramono.
Pramono menilai surat aduan hanya bisa diteruskan pimpinan DPR ke pemerintah apabila sudah mendapat keputusan dari komisi terkait. Jika belum, maka pimpinan tidak berhak meneruskannya.