Senin 15 Jul 2013 15:43 WIB

Hakim Beda Pendapat Soal Penuntutan LHI

Rep: Irfan Fitrat/ Red: Dewi Mardiani
 Tersangka korupsi dan pencucian uang Luthfi Hasan Ishaaq menjalani sidang pembacaan eksepsi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (1/7).      (Republika/Adhi Wicaksono)
Tersangka korupsi dan pencucian uang Luthfi Hasan Ishaaq menjalani sidang pembacaan eksepsi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (1/7). (Republika/Adhi Wicaksono)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, mempunyai pandangan berbeda dalam pertimbangan putusan sela perkara Luthfi Hasan Ishaaq (LHI). Dua hakim menyatakan pendapat berbeda mengenai kewenangan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Anggota majelis hakim, I Made Hendra dan Joko Subagyo, menyatakan dissenting opinion akan kewenangan jaksa KPK dalam melakukan penuntutan. Keduanya menyatakan jaksa KPK tidak berwenang melakukan penuntutan tindak pidana pencucian uang (TPPU) ke pengadilan dalam perkara mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.

"Penuntut umum yang dimaksud Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2010 hanya penuntut umum di bawah Jaksa Agung atau Kejaksaan Tinggi," kata Hendra, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (15/7).

Jaksa memang tidak hanya mendakwa Luthfi dengan pasal tindak pidana korupsi. Jaksa juga menjerat Luthfi dengan pasal dalam undang-undang TPPU.

Hendra mengatakan, berdasar Pasal 74 dalam UU No 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU, KPK memang instansi yang berwenang melakukan penyidikan TPPU yang tindak pidana asalnya dari tindak pidana korupsi. Namun, ia mengatakan, dalam undang-undang itu tidak diatur instansi mana yang berwenang menjadi penuntut umum.

Karena tidak diatur dalam UU itu, Hendra berpendapat, ketentuan bersandar pada UU No 8 Tahun 1981 tentang KUHAP. Karena itu, Hendra menilai, penuntut umum dalam UU No 8 Tahun 2010 hanya penuntut umum yang ada di bawah Jaksa Agung dan Kejaksaan Tinggi. Ia berpendapat, penuntut umum KPK tidak berada di bawah Jaksa Agung atau Kejaksaan Tinggi. "Melainkan di bawah KPK," kata dia.

Dengan pertimbangan ini, dua hakim menyatakan, hasil penyidikan KPK atas TPPU perkara Luthfi harus diserahkan pada penuntut umum Kejaksaan Negeri setempat. Untuk kemudian penuntut umum pada kejaksaan melakukan penuntutan ke pengadilan. Joko mengatakan, karena penuntut umum pada KPK tidak mempunyai kewenangan untuk menuntut perkara TPPU ke pengadilan, maka tuntutan tidak dapat diterima. Sehingga surat dakwaan mengenai TPPU Luthfi juga tidak dapat diterima.

Namun, karena tiga hakim lainnya mempunyai pandangan lain, perkara Luthfi akan tetap berlanjut. Dalam putusan sela, Ketua Majelis Hakim Guzrizal mengatakan nota keberatan (eksepsi) penasihat hukum Luthfi tidak dapat diterima.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement