REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua MPR, Hajriyanto Y Thohari, mengatakan kerusuhan yang terjadi pada pertandingan tinju di Nabire, Papua, hingga menewaskan 17 orang, menunjukkan bahwa masyarakat belum bisa bersikap sportif dalam menerima kekalahan.
"Kerusuhan ini menunjukkan bahwa etika sportivitas masyarakat masih sangat lemah," kata Hajriyanto Y Thohari di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Senin (15/7). Menurut Hajriyanto, insiden kerusuhan karena ada kelompok yang tidak bisa menerima kekalahan, sesungguhnya tidak hanya terjadi di Nabire dan tidak hanya terjadi di ajang tinju.
Kerusuhan seperti ini, kata dia, bisa terjadi di cabang olahraga lainnya dan pada kegiatan lainnya, termasuk di dunia politik, yakni ada pelaksanaan pemilihan kepala daerah. "Pada pemilihan kepala daerah, sering terjadi pasangan calon yang kalah tidak bisa menerima kekalahan yang memprovokasi pendukungnya untuk melakukan kerusuhan," kata politisi Partai Golkar ini.
Menurut dia, kejadian-kejadian yang tidak diharapkan ini menunjukkan masyarakat hanya siap menang dan tidak siap kalah. Dari insiden kerusuhan pada pertandingan tinju di Nabire, Papua ini, menurut Hajri, hendaknya memotivasi para pemimpin untuk menumbuhkan kesadaran sportivitas pada masyarakat.
"Persoalan etika sportivitas ini adalah kesadaran, sehingga hal ini merupakan persoalan kultural," katanya.
Ia menuturkan, menumbuhkan kesadaran ini tidak bisa dilakukan secara instan, tapi ditumbuhkan sejak usia sedini mungkin dan terus dibangun mulai dari tumah tangga, sekolah, sampai pada kehidupan di masyarakat.
Sedangkan penanganan jangka pendek kasus kerusuhan di Nabire, Papua, telah ditangani oleh kepolisian, karena adanya tindakan kekerasan dan menimbulkan kerugian pada orang lain. "Bahkan sampai ada korban jiwa dan korban luka-luka yang dirawat di rumah sakit," ujarnya.