REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Sekolah Masjid Terminal (Master) bagi anak-anak yatim piatu, kaum dhuafa, dan anak jalanan terancam digusur. Pendiri Sekolah Master, Nurrohim mengatakan, penggusuran dilakukan karena ada rencana proyek Optimalisasi Terminal Terpadu Kota Depok.
‘’Tidak ada kejelasan setelah digusur, solusinya bagi kami bagaimana. Belum ada titik temu,’’ kata Nurrohim yang ditemui di Sekolah Master, Senin (15/7).
Dukungan untuk menyelamatkan sekolah gratis bagi kalangan tidak mampu dan anak terlantar tersebut muncul dari berbagai pihak, salah satunya adalah Gerakan #SaveMaster. Gerakan yang baru terbentuk dua minggu lalu ini diprakarsa oleh mahasiswa Universitas Indonesia (UI)--yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-UI dan Persatuan Mahasiswa Hukum Indonesia (Permahi)--alumni UI, dan masyarakat umum.
Gerakan ini dibuat dengan tujuan membantu Sekolah Master dalam tiga hal yaitu advokasi ke Pemerintah Kota Depok terkait kejelasan penggusuran Sekolah Master dan melakukan propaganda melalui media sosial, khususnya akun Twitter @SaveMasterID. Selain itu, gerakan ini juga menghimpun dana untuk pembangunan gedung baru Sekolah Master di lahan yang tidak terkena rencana penggusuran.
‘’Dana yang dihimpun itu merupakan salah satu solusi lain. Jadi, kalau bangunan sekolah digusur (tanpa ada ganti), setidaknya kita sudah siap dengan bangunan yang baru,’’ kata Muhammad Anggraito, Koordinator Penggalangan Dana Gerakan #SaveMaster. Donatur dapat memberikan bantuan dana melalui situs kitabisa.co.id.
Ito menyatakan, saat ini dana yang berhasil dihimpun dari donatur mencapai Rp 8.692.216 dari target sebanyak Rp 100 juta. Namun, dia menambahkan, sudah ada yang mengklik untuk memberikan donasi hingga Rp 20 juta.
Berdasarkan keterangan Ito, hingga saat ini, tim advokasi belum mendapatkan konfirmasi dari Pemkot Depok terkait penggusuran Sekolah Master. ‘’Tim advokasi itu untuk mencari informasi dan advokasi ke pemerintah kota, karena selama ini kita mendapat informasi dari Pak Nurrohim (Pendiri Sekolah Master) saja,’’ katanya.
Nurrohim menyatakan, saat ini Sekolah Master yang didirikan pada tahun 2.000, memiliki sekitar 3.000 siswa jenjang TK, dan SD hingga SMA dari kalangan tidak mampu dan anak-anak terlantar. Sebagian besar dari total 115 guru yang mengajar di sekolah ini adalah alumni yang mengecap pendidikan di perguruan tinggi ternama, seperti Universitas Indonesia.