REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Metode atau pendekatan persuasif saja dalam mengatasi tindakan terorisme dinilai tidak efektif. "Menangani teroris itu sulit karena ini masalah ideologi, pemikirannya," kata Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Ansya'ad Mbai di Jakarta, Senin (15/7).
Penyampaian ideologi terorisme merupakan pencucian otak yang tujuannya untuk menghancurkan negara. Oleh karena itu, tambahnya, tidak mungkin menyadarkan para pelaku terorisme itu dengan pendekatan persuasif tanpa pemaksaan kesadaran untuk menghentikan upaya teror dan membawa mereka ke jalur hukum.
BNPT, kata Ansya'ad, selama ini telah menggencarkan pelaksanaan Klinik Pancasila di sejumlah lembaha pemasyarakat atau lapas-lapas, terutama di Lapas Nusakambangan sebagai upaya deradikalisasi terhadap para napi kasus terorisme.
"Untuk melihat sejauh mana kebencian para napi terhadap ideologi bangsa," katanya.
Klinik tersebut, kata dia, juga melibatkan para psikolog dan ulama untuk mendekati pemikiran dan jiwa para napi teroris itu untuk kembali setia pada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan Pancasila.
Dia mengatakan bahwa untuk menangani napi kasus terorisme, yang paling efektif adalah melalui para mantan teroris yang sudah insyaf karena mereka bisa memberikan pemahaman yang benar kepada para napi tanpa napi tersebut menjadi defensif terhadap nasehat yang diberikan.
Dia menambahkan bahwa ancaman terorisme itu merupakan tanggung jawab semua pihak, bukan hanya Polisi. "Kita harus waspada, bekerja sama. Yang harus kita bangun itu kebersamaan melawan terorisme. Ini bukan pekerjaan Densus 88 dan BNPT saja," katanya.