Penjual Peci Asal Maroko

Rep: Mg14/ Red: A.Syalaby Ichsan

Rabu 17 Jul 2013 06:49 WIB

Yasin sedang berjualan peci Foto: Republika/Mg14 Yasin sedang berjualan peci

REPUBLIKA.CO.ID -- Yasin Muhammad adalah pria tulen asal Maroko. Di Indonesia, dia menjual peci dan parfum di depan pintu gerbang Masjid Raya Kota Bogor. Awalnya, ia datang  hanya sebagai turis biasa. Warga asing yang ingin mengetahui tempa-tempat yang indah di Indonesia.

Ia berada di Indonesia sejak 2 tahun yang lalu. Yasin senang bisa berkeliling Indonesia. "Jalan-jalan, lihat Indonesia, lihat Jakarta, lihat Bali" ungkap Yasin kepada RoL, Selasa (16/7).

Saat ia sedang berjalan-jalan di Jakarta. Seseorang mengenalkan dia kepada wanita yang kini menjadi istrinya. Sudah 8 bulan ini Yasin bersama istri dan anaknya tinggal di Bogor tepatnya di daerah Merdeka.

Sebelumnya, ia tinggal di Jakarta. Yasin baru saja resmi menjadi seorang ayah. Anak laki-lakinya yang terlahir 6 bulan yang lalu membuat dia semangat untuk mencari rezeki.

"Insya Allah saya mau bawa istri dan anak saya ke Maroko. Biar silaturahmi dengan keluarga saya yang di sana. Sekarang uangnya belum kumpul" ungkap Yasin kepada RoL dengan gaya Bahasa Indonesia yang masih terbata-bata. 

Bertahan dan tinggal di Indonesia bukanlah pilihan hidup dia. Istri dan anaknya menjadi satu-satunya alasan kuat Yasin untuk bertahan di Indonesia. 

"Saya udah punya istri. Istri saya asli Indonesia. Saya udah punya anak bayi laki-laki, umurnya 6 bulan. Itu yang buat saya bertahan di Indonesia" ujar Yasin. 

Sebelum menikah, Yasin bersama istrinya jalan-jalan keliling Indonesia. Ia pernah singgah di Bandung, Bali, Surabaya, Semarang, Jakarta, dan terakhir Bogor.

Yasin bercerita keliling Indonesia bersama istrinya menggunakan motor. Hingga suatu waktu, ia jatuh cinta dengan wanita yang selalu menemaninya keliling Indonesia itu. Selanjutnya, ia meminta ijin kepada Ibunya di Maroko dan keluarga istrinya. Pada akhirnya, Yasin menikahi istrinya. "Saya menikahi wanita itu, bukan coba-coba" tegas Yasin.

Saat masih berada di Maroko, Yasin bekerja sebagai pelayan restoran cepat saji Italia. Tetapi, di Indonesia ia menjelma menjadi penjual peci dan parfum. Pengalaman berdagangnya tidak mulus.

Pertama kali berjualan saat Ramadhan tahun lalu,  ia berdagang aksesoris wanita di Monas. Tetapi, tidak disangka petugas polisi pamong praja (Pol PP) merazianya.

Yasin mengeluh, padahal saat itu ia baru saja berbelanja barang dagangannya itu. Belanja habis 3 juta dan belum ada yang laku. Tetapi Pol PP merazianya. Yasin kebingungan nasib hidupnya. Tetapi beruntungnya teman Yasin asal Padang menolong dan menyuruhnya berjualan di Istiqlal, berjualan peci dan parfum. 

Hingga sekarang ia bertahan dan bisa menghidupi istrinya dengan berjualan peci dan parfum. Yasin berjualan tidak di satu tempat. Jika di suatu masjid sedang ramai maka ia akan berjualan disitu.

Di hari biasa ia berjualan di Kramat Empang, Makam Habib Abdullah bin Mukhsin Al Attas. Pada hari Jumat, ia berjualan di Masjid Agung atau Masjid Raya Kota Bogor, Jawa Barat. 

Dengan berjualan peci dan parfum, paling besar ia bisa mendapatkan uang sebesar Rp.900.000 dan paling kecil sebesar Rp.150.000. Pembeli kerap kali menawar harga barang dagangannya. Tetapi, Yasin tidak mengeluh ataupun kesal. Baginya, dalam tawar-menawar orang Indonesia masih ramah. Ia bercerita masyarakat Maroko juga suka tawar-menawar harga. 

Saat ditanya keinginan untuk mendapatkan pekerjaan tetap, Yasin mengaku  tak ingin bekerja di sebuah perusahaan. Suatu waktu, Yasin pernah mencoba mencari pekerjaan. Akan tetapi dilarang  temannya yang merupakan seorang betawi.

Alasannya, di Indonesia tidak seperti Australia, Malaysia, ataupun Amerika. Di negara-negara tersebut, orang mudah mendapatkan pekerjaan dan gajinya besar.

"Pekerja di Indonesia gajinya kecil. Jadi saya lebih memilih berjualan karena dengan begini saya bisa liburan, saya bisa bekerja kapan saja, saya tidak terikat" tutup Yasin.

Terpopuler