REPUBLIKA.CO.ID, PURWOKERTO -- Remittance atau pengiriman uang dari para TKI di luar negeri, menjelang musim lebaran biasanya mengalami peningkatan. Hal itu diakui Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), Jumhur Hidayat, saat berada di Purwokerto, Kamis (18/7).
"Remittance ini, pada masa menjelang lebaran biasanya memang meningkat dua kali lipat dibanding hari biasa," katanya menjelaskan.
Dia menyebutkan, bila pada hari-hari biasa pengiriman remittance ini berkisar sekitar Rp 10 triliun per bulan, maka pada musim lebaran ini meningkat menjadi sekitar Rp 10 triliun sebulan.
Menurut dia, remittance sebesar itu dikirimkan para pekerja TKI yang bekerja di berbagai negara di luar negari, pada keluarganya yang ada di Tanah Air.
"Meski orangnya tidak bisa pulang merayakan lebaran di Tanah Air, namun mereka mengirimkan uang pada anggota keluarganya agar bisa berlebaran dengan lebih baik," katanya menjelaskan.
Menurut dia, remittance sebesar Rp 10 triliun per bulan atau Rp 20 triliun per bulan pada masa musim lebaran, dikirimkan 6,5 juta TKI yang bekerja di luar negeri. "Para TKI ini tercatat bekerja di sekitar 178 negara di dunia, namun yang terbanyak adalah di negara-negara Asia," katanya menjelaskan.
Mengenai masalah perlinduingan TKI di Luar Negeri, Jumhur menyebutkan Arab Saudi kini suidah memiliki Undang Undang Perlindungan Tenaga Kerja. "UU ini kita sambut baik, karena dengan demikian perlindungan terhadap TKI juga akan terjamin," katanya.
Menurut dia, dengan adanya UU tersebut, maka negara dipastikan bisa ikut campur dalam urusan tenaga kerja asing. Dengan demikian, masalah tengara kerja tidak hanya menjadi urusan majikan dan pekerja.
"Selama puluhan tahun, pemerintah Arab Saudi tidak pernah turut campur dalam urusan tenaga kerja asing karena hal itu dianggap 'private to private'. Tapi dengan adanya undang-undang, tentunya orang-perorang di Arab Saudi terikat oleh aturan itu," katanya.
Contohnya, intervensi dalam hal waktu kerja. Jika sebelumnya, jam kerja dan jam istirahat pekerja ditetapkan majikan, maka setelah ada UU tersebut, pemerintah Arab Saudi telah menetapkan bahwa setiap tenaga kerja memikiki waktu istirahat sedikitnya sembilan jam dalam sehari.